Pertanyaan mengenai apakah umur panjang lebih baik daripada umur pendek seringkali menjadi perdebatan. Namun, pada akhirnya, kualitas umur seseorang sebenarnya ditentukan oleh berkah dari Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad, sebaik-baik umur adalah umur yang diberkati oleh Allah, di mana seseorang diberikan petunjuk untuk melakukan amal saleh dan kebajikan baik secara khusus maupun umum.
Pemahaman mengenai konsep umur yang baik seringkali diartikan secara harfiah sebagai umur panjang yang dipenuhi dengan kebaikan. Namun, banyak tokoh saleh yang tidak hidup dalam usia panjang namun tetap mampu melakukan amal kebaikan dalam jumlah yang signifikan. Contohnya adalah Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, dan tokoh-tokoh lain yang amal kebaikannya terbukti sangat berlimpah meskipun usia mereka tidak tergolong panjang.
Menurut Sayyid Abdullah Al-Haddad, ada dua kelompok manusia yang mendapat berkah dan pujian dari Allah SWT terkait dengan kualitas umur mereka. Pertama, adalah orang-orang yang hidup dalam usia panjang dan memanfaatkannya untuk melakukan amal saleh. Kedua, adalah orang-orang yang tidak hidup dalam usia panjang namun berhasil mengumpulkan banyak amal saleh dalam hidup mereka.
Dalam Islam, tidak ada patokan pasti mengenai usia yang dianggap panjang. Namun, umur Rasulullah SAW yang mencapai 63 tahun seringkali dijadikan standar. Maka, mereka yang mencapai usia di atas 63 tahun dianggap mendapat bonus umur dari Allah SWT. Sementara itu, mereka yang meninggal dalam usia muda seperti 50-55 tahun tetap diakui memiliki kualitas umur yang baik.
Penting untuk diingat bahwa kualitas umur seseorang sebenarnya bukan hanya ditentukan oleh lamanya hidup, tetapi juga oleh seberapa banyak amal kebaikan yang telah dilakukan selama hidup. Dengan demikian, sebaik-baik umur adalah umur yang penuh berkah dan digunakan dengan sebaik mungkin untuk melakukan amal saleh serta kebajikan bagi sesama.
