Dalam agama Islam, menentukan waktu ibadah merupakan hal yang penting dan menjadi bagian integral dari praktik keagamaan umat Muslim. Namun, perlu dipahami bahwa menetapkan waktu ibadah yang bersifat umum tidak selalu berarti sebagai tindakan bid’ah. Beberapa tradisi yang dianggap bid’ah oleh sebagian kalangan masyarakat seringkali terkait dengan penentuan waktu ibadah yang tidak memiliki tuntunan dari Allah dan Rasulullah.
Misalnya, dalam tradisi Tahlilan dan Yasinan, terdapat kegiatan membaca Al-Qur’an dan dzikir pada hari-hari tertentu setelah kematian seseorang. Begitu pula dalam tradisi peringatan Maulid Nabi, di mana terdapat kegiatan membaca shalawat dan sedekah pada momen tersebut tanpa ada tuntunan langsung dari Al-Qur’an dan hadits. Namun, apakah penentuan waktu semacam ini dapat dikategorikan sebagai bid’ah?
Jika kita melihat contoh dari masa Rasulullah dan para sahabatnya, kita akan menemukan bahwa Sahabat Bilal pernah memperbanyak shalat sunnah pada waktu yang ditentukan sendiri sesuai kesempatan yang dimilikinya. Tindakan Bilal ini dilakukan tanpa adanya tuntunan spesifik dari Rasulullah, namun diterima dan diakui kebaikannya oleh Nabi.
Demikian pula, sahabat Khubaib bin Adiy juga menciptakan tradisi baru dengan melakukan shalat sunnah sebelum dihukum mati tanpa pernah meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah. Tindakan baik semacam ini, yang tidak bertentangan dengan syariat, diterima tanpa disebut sebagai bid’ah.
Penentuan waktu ibadah seperti yang dilakukan oleh Bilal atau Khubaib bukanlah bid’ah, karena Nabi mengakui kebaikan dari tindakan tersebut meskipun merupakan inovasi dalam agama. Menetapkan waktu khusus untuk ibadah yang tidak terikat waktu tidak dilarang oleh syariat Islam; malah, hal tersebut dapat dianggap sebagai bentuk ijtihad yang diterima.
Dalam perspektif syariat, istilah bid’ah hanya mengacu pada hal baru yang tercela yang melanggar aturan syariat yang sudah ada sebelumnya. Jadi, menentukan waktu khusus bagi ibadah yang bebas dilakukan kapan pun, seperti shalat sunnah mutlak atau sedekah, bukanlah hal yang dilarang oleh syariat.
Namun, perlu diwaspadai jika suatu ibadah yang seharusnya memiliki waktu tertentu dari syariat dipindahkan ke waktu lain yang tidak sesuai. Hal ini baru masuk dalam kategori bid’ah dalam pandangan syariat.
Jadi, dalam menentukan waktu ibadah, penting untuk mempertimbangkan tuntunan Islam dan tidak membuat aturan baru tanpa dasar syariat yang jelas. Dengan demikian, kita dapat mempraktikkan ibadah dengan benar dan sesuai dengan ajaran agama tanpa terjerumus ke dalam praktik bid’ah yang tercela.