Dalam tulisan ini, akan dibahas secara mendalam mengenai kelemahan dalam penerapan ungkapan “andai itu baik tentu generasi salaf sudah melakukannya” sebagai sebuah kaidah. Sebelumnya, telah diidentifikasi tiga kelemahan, dan kali ini akan dibahas empat kelemahan tambahan yang menunjukkan bahwa ungkapan tersebut bukanlah kaidah universal, melainkan hanya sebuah ungkapan dialektis dari Ibnu Katsir.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah tentang patokan permanen umat Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Ketika umat Islam berselisih pendapat, keduanya harus dijadikan acuan (QS. An-Nisa’: 59). Pengamalan Al-Qur’an dan Sunnah dapat dilakukan melalui cara tekstual dan istinbath. Metode istinbat dilakukan dengan mencocokkan hal baru dengan kaidah hukum yang ada.
Selain itu, penjelasan dari Imam Nawawi dan Imam Izzuddin bin Abdissalam memberikan gambaran mengenai cara istinbat yang dilakukan untuk mengetahui klasifikasi suatu hal baru dalam syariat. Ketiadaan tindakan dari Rasul dan para sahabat bukanlah dalil untuk menentukan hukum, dan hal tersebut tidak boleh dianggap sebagai pengharaman secara otomatis.
Dalam konteks inovasi, disebutkan bahwa para sahabat pun memiliki keterbatasan dalam kemampuan mereka sebagai manusia biasa. Banyak inovasi yang muncul setelah era mereka, namun selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat yang ada sebelumnya, inovasi tersebut tidak dianggap sebagai bid’ah.
Poin terakhir yang dibahas adalah tentang ketidakakuratan ungkapan tersebut, yang dapat dipatahkan dengan kaidah lain yang juga tidak memiliki dasar yang kuat. Ditegaskan bahwa para ulama ahli tahqiq tidak memandang perkataan Ibnu Katsir tersebut sebagai kaidah umum mengenai bid’ah.
Dari analisis mendalam ini, dapat disimpulkan bahwa penting untuk tidak mengeneralisasi ungkapan tertentu sebagai kaidah universal tanpa melihat konteks dan situasi yang sesungguhnya. Perbedaan pendapat dan sudut pandang harus dipertimbangkan dengan bijak demi pemahaman yang lebih komprehensif dalam memahami ajaran Islam.