Dalam praktik shalat berjamaah, terdapat syarat bahwa minimal harus ada dua orang yang terlibat, yaitu imam dan makmum. Dalam konteks ini, shalat berjamaah dengan jumlah makmum yang lebih banyak dianggap lebih utama daripada yang jumlahnya sedikit. Namun, bagaimana jika seseorang hanya menemukan seorang anak kecil yang sedang menjalankan shalat? Bolehkah ia bermakmum pada anak kecil tersebut?
Menurut pandangan ulama Syafi’iyyah, dalam situasi di mana seorang yang sudah baligh bermakmum pada anak kecil yang sudah tamyiz (mampu membedakan hal baik dan buruk) dan memahami syarat-syarat serta rukun shalat, shalat tersebut tetap sah meskipun dianggap makruh. Hal ini disebabkan karena lebih utama jika yang menjadi imam adalah seseorang yang sudah baligh, bukan anak kecil. Namun, pandangan ini tidak berlaku dalam tiga mazhab lain selain Imam Syafi’i, di mana bermakmum pada anak kecil dalam shalat fardlu dianggap tidak sah.
Aturan ini berlaku untuk semua jenis shalat, baik fardlu maupun Sunnah, kecuali dalam shalat Jumat di mana anak kecil tidak diperbolehkan menjadi imam kecuali dalam situasi tertentu di mana jumlah makmum mencapai 40 orang. Selain itu, jika seorang mengimami anak kecil yang belum baligh, hal ini dianggap sama dengan mengimami orang dewasa dan tidak dianggap makruh.
Perlu diingat bahwa wanita tidak diperkenankan menjadi imam bagi laki-laki dalam shalat, bahkan jika makmumnya adalah anak kecil yang belum baligh. Shalat yang dilakukan oleh laki-laki yang bermakmum pada wanita dianggap tidak sah, dan wanita yang menjadi imam dianggap tidak melaksanakan shalat berjamaah jika tidak ada makmum wanita lain.
Secara keseluruhan, bermakmum pada anak kecil yang sudah tamyiz dan belum baligh dianggap makruh namun tetap sah sebagai shalat berjamaah. Sementara mengimami anak kecil yang belum baligh dianggap sama dengan mengimami orang dewasa tanpa ada unsur makruh. Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk memahami kaidah berjamaah dengan anak kecil dalam praktik shalat.