Membaca Al-Qur’an terjemahan telah menjadi kegiatan umum bagi banyak orang yang ingin memahami makna dari Al-Qur’an, terutama bagi yang tidak fasih dalam bahasa Arab. Namun, muncul pertanyaan mengenai status Al-Qur’an terjemahan apakah sama dengan Al-Qur’an asli sehingga apakah harus memegangnya dalam keadaan suci atau tidak?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk memahami bahwa kewajiban memegang Al-Qur’an dalam keadaan suci akan hilang jika di dalamnya lebih dominan terdapat penafsiran daripada teks asli Al-Qur’an. Artinya, jika jumlah huruf Al-Qur’an masih lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah huruf tafsir Al-Qur’an, maka boleh untuk menyentuh Al-Qur’an terjemahan tanpa wudhu karena hal tersebut tidak lagi dianggap sebagai mushaf Al-Qur’an melainkan sebagai kitab tafsir.
Adapun terjemahan Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua, yaitu terjemah harfiyyah (per kata) dan terjemah tafsiriyyah (mengutamakan makna). Terjemahan yang sering digunakan masyarakat umum termasuk dalam kategori terjemah tafsiriyyah, di mana terdapat lompatan-lompatan makna untuk memudahkan pemahaman pembaca.
Meskipun demikian, terjemahan Al-Qur’an tidak sama dengan tafsir Al-Qur’an. Tafsir adalah menjelaskan kalam Allah dengan menyertakan keseluruhan makna dan tujuan, sedangkan terjemahan hanya mengartikan kata-kata dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, orang yang memegang terjemahan Al-Qur’an tetap diwajibkan untuk berada dalam keadaan suci.
Dalam kesimpulannya, status Al-Qur’an terjemahan tetap dihukumi sebagai Al-Qur’an yang harus dipegang dalam keadaan suci. Demikianlah penjelasan mengenai hal ini.