Dalam praktik shalat, terdapat batasan-batasan yang harus diperhatikan agar shalat yang dilakukan dianggap sah. Salah satu hal yang dapat membatalkan keabsahan shalat seseorang adalah berbicara saat tengah melaksanakan shalat. Rasulullah ﷺ menjelaskan dalam hadits bahwa shalat seharusnya hanya diisi dengan bacaan tasbih, takbir, dan ayat Al-Qur’an, tanpa adanya percakapan manusia.
Selain berbicara, tertawa juga termasuk dalam hal yang dapat membatalkan shalat. Menurut Imam ad-Daruqutni, tertawa dapat membatalkan shalat namun tidak membatalkan wudhu. Ulama fiqih, khususnya mazhab Syafi’i, menjelaskan bahwa jika tertawa seseorang saat shalat sampai terdengar dua huruf hijaiyah, maka shalatnya dianggap batal.
Namun, jika tertawa tersebut tidak mengandung dua huruf hijaiyah, shalatnya tetap sah dan perlu untuk dilanjutkan. Hal serupa berlaku bagi orang yang menahan tawa saat shalat. Menahan tawa dengan sukses tanpa terdengar dua huruf hijaiyah tidak akan membatalkan shalat. Namun, jika akhirnya gagal menahan tawa sampai terdengar dua huruf hijaiyah, shalatnya harus diulang kembali.
Dalam kitab Al-Majmu’ ala Syarh Al-Manhaj, dijelaskan bahwa mazhab Syafi’i berpandangan bahwa tersenyum saat shalat tidak membatalkan shalat, demikian pula dengan tertawa selama tidak terdengar dua huruf dari tawanya.
Secara keseluruhan, menahan tawa saat shalat tidak secara langsung membatalkan shalat. Namun, sebaiknya seseorang menjauhi hal ini karena menahan tawa dapat mengganggu khusyuk dalam shalat dan menunjukkan bahwa pikiran seseorang sedang terfokus pada hal di luar ibadah.