Peringatan Hari Santri kembali melanda seluruh pelosok negeri dengan gegap gempita. Sejak ditetapkan oleh Presiden Ir. H. Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, aktivitas dan acara peringatan Hari Santri terus semakin meriah dari tahun ke tahun. Namun, apa sebenarnya spirit utama yang terkandung dalam Hari Santri sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini?
Salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari Hari Santri adalah Fatwa Jihad Hadhratus Syekh KH M. Hasyim Asy’ari. Fatwa jihad tersebut dikeluarkan sebulan sebelum Resolusi Jihad NU pada tanggal 24 September 1945. Dalam fatwa tersebut, terdapat tiga poin penting yang menekankan pentingnya memerangi penjajah, di antaranya kewajiban bagi setiap individu Muslim untuk melawan penindas, hukum syahid bagi yang gugur dalam perang melawan penjajah, serta kewajiban memerangi segala upaya pemecah belah persatuan.
Selain Fatwa Jihad, Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama juga memiliki makna yang sama, yaitu semangat bela Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melawan segala upaya pemecah belah bangsa. Pernyataan tersebut terdokumentasi dalam Resolusi NU tentang Jihad fi Sabilillah pada tahun 1945.
Meskipun beberapa asumsi mungkin meragukan semangat melawan pemecah belah negeri dalam Resolusi Jihad NU, namun pidato dalam bahasa Arab Hadhratus Syekh KH M. Hasyim Asy’ari setelah penetapan resolusi tersebut jelas menunjukkan semangat tersebut. Pidato tersebut menegaskan pentingnya setiap individu untuk bersatu mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara dengan tegas menentang orang-orang yang cenderung mendukung penjajah.
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa spirit utama Hari Santri adalah semangat menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta melawan segala bentuk pemecah belah negeri.