Hamdalah atau Alhamdulillah merupakan ungkapan puji kepada Allah yang sering kita ucapkan sehari-hari. Imam an-Nawawi dalam kitabnya, al-Adzkâr an-Nawâwî, menjelaskan beberapa macam lafal Hamdalah menurut para ulama.
Menurut Imam an-Nawawi, para ulama di Khurasan biasanya membaca Hamdalah dengan kalimat “Alhamdulillâhi hamdan yuwâfî ni’amahu wa yukâfiu mazîdah” yang artinya “Segala puji bagi Allah dengan Pujian yang sebanding dengan nikmat-nikmat-Nya dan mencakup tambahannya.”
Selain itu, para ulama juga membaca lafal lain, yaitu “Lâ uhsi tsanâ’an ‘alaika kamâ atsnaita ‘alâ nafsik” yang artinya “Aku tidak bisa menghitung pujian kepadamu sebagaimana engkau memuji dirimu sendiri.”
Beberapa ulama juga menambahkan kata “subhanaka” di awal dan kata “fa laka alhamdu ḥatta tardho” di akhir kalimat. Lafal tersebut adalah “Subhânaka Lâ uhsi tsanâ’an ‘alaika kamâ atsnaita ‘alâ nafsik fa laka-l-hamdu hattâ tardlâ” yang artinya “Maha Suci Engkau yang aku tidak bisa menghitung pujian kepadamu sebagaimana engkau memuji dirimu sendiri, maka untukmu segala puji hingga engkau ridha.”
Dalam sebuah hadits, Nabi Adam diberikan wirid khusus berupa majami’ alhamdu, yaitu pujian yang paling lengkap. Lafal yang diajarkan Allah kepada Nabi Adam adalah “Alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn hamdan yuwâfî ni’amahu wa yukâfiu mazîdah” untuk diucapkan saat pagi dan sore.
Dengan demikian, Hamdalah memiliki beragam lafal yang diajarkan oleh para ulama dan Nabi Adam sebagai bentuk pujian yang sempurna kepada Allah. Semoga kita senantiasa dapat mengucapkan Hamdalah dengan penuh kesadaran dan rasa syukur kepada Allah.