Salah satu tanda yang menandakan masuknya waktu shalat adalah kumandang adzan. Namun, adzan tidak hanya berkumandang saat masuknya waktu shalat, tetapi juga dalam situasi-situasi tertentu yang disunnahkan.
Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj menyebutkan beberapa situasi di luar shalat di mana adzan disunnahkan. Situasi-situasi tersebut antara lain adzan untuk bayi yang baru lahir, orang yang sedang bersedih, orang yang mengalami penyakit epilepsi, orang yang sedang marah, orang atau binatang dengan perilaku buruk, saat perang terjadi, saat kebakaran, dan saat pemakaman seseorang.
Menurut penjelasan tersebut, terdapat beberapa hal yang disunnahkan untuk mengumandangkan adzan selain dari waktu shalat. Misalnya, adzan dapat dilakukan untuk bayi yang baru lahir. Biasanya, adzan dinyanyikan di telinga bayi oleh ayahnya, meskipun menurut Hasiyyah As-Syaubari, perempuan juga dapat melakukannya.
Adzan juga disarankan pada orang yang sedang bersedih, penderita epilepsi, orang yang marah, orang atau binatang dengan perilaku buruk, serta dalam situasi perang dan kebakaran. Selain itu, mengumandangkan adzan saat pemakaman seseorang dianggap sebagai tindakan yang disunnahkan.
Dalam kepercayaan masyarakat Indonesia, adzan juga sering dikumandangkan untuk melepas dan menyambut jamaah haji. Praktik ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kedatangan dan kepergian jamaah haji.
Adzan bukan hanya simbol waktu shalat, tetapi juga memiliki makna dan kegunaan dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari. Dengan memahami situasi-situasi di mana adzan disunnahkan, kita dapat lebih memahami nilai-nilai dan tata nilai agama yang terkandung dalam setiap kumandang adzan.