Dalam situasi darurat akibat bencana alam, sering kali penguburan jenazah korban tidak dapat dilakukan secara individual seperti dalam keadaan normal. Hal ini mengakibatkan dilakukannya penguburan massal. Namun, bagaimanakah sebenarnya hukum melakukan penguburan massal jenazah korban bencana alam?
Menurut ajaran mazhab Syafi’i, dalam keadaan normal, seharusnya setiap jenazah diuburkan secara individual dalam liang kuburnya masing-masing. Namun, dalam kondisi darurat, diizinkan untuk mengubur dua jenazah atau lebih dalam satu liang kubur.
Dalam hal kondisi darurat di mana sulit untuk menyediakan liang kubur untuk setiap jenazah karena terbatasnya lahan, ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Banten memperbolehkan penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur sesuai dengan kebutuhan.
Pendapat ahli fiqih Syafi’i berkisar mengenai ukuran kesulitan dalam menyediakan liang kubur. Menurut Imam Ibnu Qasim Al-‘Abadi, apabila sulit untuk menyediakan liang kubur untuk setiap jenazah sehingga jarak antar liang kubur terlalu jauh, maka diizinkan untuk mengubur lebih dari satu jenazah dalam satu liang kubur.
Namun, ada perbedaan pendapat antara pakar fiqih Syafi’i terkait apakah boleh atau tidak menumpuk jenazah satu dengan lainnya dalam penguburan massal. Sebagian ahli fiqih membolehkan menata jenazah yang ditumpuk apabila area cukup luas, namun ada juga yang mengharuskan untuk memindahkan jenazah ke tempat lain jika tumpukan jenazah tidak memungkinkan untuk diziarahi.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi darurat akibat bencana alam, diizinkan untuk mengubur jenazah lebih dari satu dalam satu liang kubur. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa tidak diperbolehkan menumpuk jenazah satu dengan lainnya seperti menumpuk barang.