- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Fiqih Terapan dalam Islam: Penanganan Kredit Macet akibat Bencana

Google Search Widget

Dalam ajaran Islam, transaksi utang-piutang dikenal dengan istilah akad tadâyun atau qardh. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada keumuman lafazh dan penerapannya. Akad tadâyun atau mudâyanah umumnya digunakan dalam transaksi jual beli dan sewa menyewa non-tunai, sedangkan qardh lebih spesifik terkait dengan permodalan. Prinsip dasar dibolehkannya utang-piutang dalam Islam adalah sebagai bentuk akad ta’âwun (pertolongan) untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Dalam konteks ini, utang-piutang dibagi menjadi tiga kelompok: pertama, pelunasan tepat waktu; kedua, pelunasan tertunda yang memerlukan penundaan; dan ketiga, kesulitan pengembalian karena faktor tak terduga seperti bencana. Dalam Islam, tidak disarankan menunda pembayaran utang selama mampu melunasi. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282 menggarisbawahi pentingnya mencatat transaksi dan menunjukkan larangan menunda pembayaran.

Dalam Fiqih, disebutkan bahwa pihak yang memberi utang bisa menerima sesuatu yang lebih baik dari pihak yang berutang, sebagai bentuk ketulusan dan kebaikan dalam membayar utang. Menunda pembayaran utang bagi orang yang mampu dianggap sebagai tindakan zalim. Untuk mereka yang kesulitan melunasi utang, Islam menganjurkan toleransi dan keterbukaan untuk membantu sesama.

Dalam kondisi bencana, restrukturisasi utang menjadi pilihan dalam menangani kredit macet. Hal ini memungkinkan perbaikan atas kesulitan debitur untuk membayar utangnya. Dalam beberapa kasus, penjadwalan ulang utang juga bisa diterapkan. Namun, dalam situasi bencana yang parah, restrukturisasi menjadi opsi yang lebih realistis. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip fiqih terapan ini, diharapkan penanganan kredit macet akibat bencana dapat dilakukan dengan bijaksana dan berkeadilan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 24

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?