Pernahkah Anda berbelanja di toko dan menemukan bon yang menyatakan bahwa barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan? Apakah hal ini benar secara hukum di negara kita?
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang menyatakan bahwa mereka berhak menolak pengembalian uang atas barang atau jasa yang cacat. Pasal 18 UU tersebut jelas melarang tindakan semacam ini.
Jika Anda menemukan barang cacat setelah pembelian, undang-undang menjamin hak Anda untuk meminta pengembalian harga atau barang yang cacat. Dalam konteks syariat, terdapat istilah “khiyar ‘aib” yang memberikan hak kepada pembeli untuk mengembalikan barang yang cacat dengan syarat-syarat tertentu.
Perbedaan pandangan hukum terkait klausul “barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan” juga terjadi dalam berbagai mazhab. Namun, dalam konteks hukum positif perundang-undangan kita, penetapan klausul semacam ini dianggap batal dan hak untuk menerima atau menolak syarat tersebut kembali kepada pembeli.
Dengan demikian, penting bagi kita sebagai konsumen untuk memahami hak-hak kita terkait pengembalian barang cacat dan untuk selalu waspada terhadap klausul-klausul yang mungkin melanggar perlindungan konsumen yang telah diatur dalam undang-undang. Semoga informasi ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman kita akan hak-hak konsumen.