Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, Indonesia seringkali menjadi pusat perdebatan terkait statusnya sebagai negeri Islam. Dalam kajian fiqih Hanafi, terdapat beberapa pertimbangan yang harus dipenuhi agar suatu negara dapat disebut sebagai negeri Islam.
Menurut Imam Abu Hanifah, ada tiga syarat yang harus terpenuhi agar suatu negara yang sebelumnya berstatus sebagai negeri Islam dapat berubah menjadi negeri kafir. Pertama, negara tersebut harus berbatasan langsung dengan negara kafir. Kedua, tidak boleh ada satu pun individu Muslim yang keimanannya terjaga atau non-Muslim dzimmi yang merasa aman di sana. Ketiga, penduduk negara tersebut harus menerapkan hukum-hukum syirik.
Pendapat Abu Hanifah menekankan bahwa status Islam suatu negara tidak hanya ditentukan oleh hukum-hukum yang diterapkan, tetapi juga oleh tingkat keamanan bagi umat Muslim di dalamnya. Jika keamanan bagi umat Muslim terjamin dan tidak ada ancaman bagi mereka, maka negara tersebut dapat disebut sebagai negeri Islam.
Di Indonesia, mayoritas penduduknya adalah umat Islam dan keamanan bagi umat Muslim terjaga. Dengan jumlah umat Muslim yang signifikan, Indonesia jelas menunjukkan ciri-ciri negeri Islam menurut pandangan fiqih Hanafi.
Keputusan Bahtsul Masail Konferensi Wilayah NU Jawa Timur juga memperjelas status Indonesia sebagai negeri Islam. Hal ini semakin memperkuat argumen bahwa Indonesia adalah negeri Islam sesuai dengan pemahaman fiqih Hanafi.
Dengan demikian, walaupun masih ada perdebatan seputar hal ini, namun berdasarkan kajian fiqih Hanafi, Indonesia dapat dengan yakin disebut sebagai negeri Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.