Pada dasarnya, hukum jual beli barang yang masih dalam status pesanan (inden) ke pembeli lain sebelum barang tersebut diterima oleh pembeli pertama merupakan topik yang menarik untuk dibahas dari sudut pandang hukum Islam. Dalam konteks ini, terdapat tiga pendapat dari kalangan ulama mazhab yang relevan untuk dipertimbangkan, yaitu Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Abu Hanifah.
Pendapat Mazhab Maliki
Mazhab Maliki, yang dipimpin oleh Imam Malik, memperbolehkan pendayagunaan atau penjualan kembali barang sebelum diterima oleh pembeli pertama, terutama untuk barang bukan termasuk dalam kelompok barang ribawi. Dalam kasus jual beli sepeda motor antara Pak Joko dan Pak Sunar, Mazhab Maliki memandangnya sebagai hal yang boleh dilakukan karena sepeda motor bukan termasuk dalam kategori barang ribawi.
Pendapat Mazhab Syafi’i
Di sisi lain, Mazhab Syafi’i yang dipelopori oleh Imam Syafii, melarang secara mutlak praktek jual beli kembali barang sebelum barang tersebut diterima oleh pembeli pertama, baik untuk barang makanan maupun non-makanan. Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa barang yang belum bisa dijamin atau belum diterima oleh pembeli tidak boleh diperjualbelikan lagi kepada pihak lain. Dalam konteks ini, akad antara Pak Joko dan Pak Sunar dianggap tidak sah menurut Mazhab Syafi’i.
Pendapat Mazhab Abu Hanifah
Mazhab Abu Hanifah, yang dianut oleh Imam Hanifah dan Abu Yusuf, mempertimbangkan jenis barang dalam menentukan hukum jual beli kembali barang. Mereka membedakan antara barang bergerak dan barang tak bergerak. Bagi barang tak bergerak, seperti tanah atau kebun, Mazhab Abu Hanifah membolehkan praktek jual beli kembali. Namun, untuk barang bergerak, seperti sepeda motor, mereka melarangnya karena alasan mudah rusaknya barang tersebut.
Dari perbandingan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum jual beli barang inden yang belum diterima oleh pembeli pertama adalah tidak boleh menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Namun, Mazhab Maliki memperbolehkannya untuk barang-bukan ribawi. Setiap mazhab memiliki argumentasi dan landasan hukum tersendiri dalam menjelaskan pandangannya terkait masalah ini.
Dalam konteks keberagaman pendapat ini, penting bagi umat Islam untuk memahami perspektif hukum dari berbagai mazhab fiqih agar dapat mengambil keputusan yang bijaksana dalam praktek jual beli sesuai dengan keyakinan dan keyakinan agama masing-masing.