Jual beli online telah menjadi pilihan utama dalam sistem perdagangan di era teknologi internet saat ini. Salah satu metode yang populer adalah dropshipping, di mana penjual berperan sebagai perantara antara pembeli dan supplier tanpa perlu menyediakan stok barang. Di sisi lain, sistem jual beli reseller melibatkan penjual yang harus menyediakan stok barang terlebih dahulu sebelum menjualkannya kembali kepada konsumen.
Dalam konteks hukum Islam, kedua sistem ini memiliki pandangan yang berbeda. Dropshipping tanpa izin dari supplier umumnya dianggap haram oleh mayoritas ulama. Namun, mazhab Hanafi memperbolehkannya dengan syarat penjual mengetahui ciri-ciri barang yang dijual. Sedangkan dropshipping dengan izin dari supplier masuk dalam kategori bai’u ainin ghaibah maushufatin bi al-yad, di mana penjual diberi kuasa menjualkan barang yang belum ada di tempat.
Perbedaan pandangan ulama terkait dropshipping juga terjadi dalam mazhab Syafi’i, di mana kebolehan sistem ini tergantung pada sifat dan kemudahan pengenalan barang yang dijual. Barang yang mudah dikenali dan tidak mudah berubah modelnya umumnya diizinkan, namun untuk barang yang tidak memenuhi syarat tersebut, hukumnya biasanya tidak boleh.
Dalam kesimpulan, dropshipping merupakan salah satu metode jual beli online tanpa modal yang masih menjadi perdebatan dalam perspektif hukum Islam. Penting untuk memahami pandangan ulama dari berbagai mazhab terkait sistem ini agar dapat menjalankannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang berlaku.