Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita melihat praktik penitipan barang di toko untuk dijualkan. Hal ini merupakan kebiasaan umum yang memberikan peluang peningkatan penghasilan bagi pemilik toko tanpa harus membayar modal terlebih dahulu kepada pihak supplier. Namun, pertanyaan muncul mengenai akad apa yang digunakan dalam model jual beli seperti ini dan apakah syariat juga memperbolehkannya.
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu dicermati bahwa penitipan dalam kasus ini bukanlah seperti penitipan sepeda ke tukang penitipan sepeda atau penitipan barang gadai ke pegadaian. Titip dalam konteks model jual beli di atas adalah kerja sama antara supplier dan pedagang pemilik toko berdasarkan potensi jual yang dimiliki toko atau warung yang dititipi. Para ahli fiqih umumnya mengelompokkan transaksi ini sebagai akad syirkah wujuh, yakni akad kerja sama berdasarkan kepercayaan dan potensi.
Namun, tidak semua ulama sepakat mengenai kebolehan akad syirkah wujuh ini. Hanya kalangan madzhab Syafi’i yang menyatakan bahwa akad semacam ini haram. Meskipun demikian, ada rekayasa transaksi yang membuat model transaksi ini dapat diterima. Salah satu syarat jual beli yang harus dipenuhi adalah barang tersebut telah menjadi milik sah dari pedagang atau ada penyerahan kuasa dari supplier kepada pedagang.
Dalam praktiknya, pedagang umumnya mendapatkan izin dari supplier untuk menjual barang dengan harga yang dikehendaki, namun tetap membayar sejumlah harga dasar yang disampaikan oleh supplier. Dengan demikian, transaksi semacam ini lebih tepat disebut sebagai akad utang-piutang daripada syirkah wujuh. Namun, penitipan jajanan ke warung menimbulkan permasalahan tersendiri karena makanan termasuk barang ribawi.
Untuk mengatasi permasalahan ini, ada dua solusi yang ditawarkan. Pertama, tidak menganggap uang sebagai barang ribawi sehingga akad penitipan jajanan ke warung dianggap sebagai akad utang-piutang. Kedua, menganggap akad tersebut sebagai akad syirkah wujuh dengan menetapkan bagian keuntungan yang bisa diambil oleh pihak teman serikat (syârik). Namun, tetap perlu diperhatikan pandangan masing-masing madzhab dalam hal ini.
Dalam praktiknya, penting bagi pelaku usaha untuk memahami landasan fiqih dalam transaksi seperti ini guna menjaga keabsahan dan keberkahan hasil usaha. Semoga tulisan ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai akad menitipkan barang di toko untuk dijualkan dari perspektif fiqih dan praktik umum yang biasa terjadi di masyarakat.