Syariat Islam mengatur prinsip-prinsip yang harus dipatuhi dalam transaksi jual beli. Salah satu syarat sah dalam jual beli menurut syariat adalah barang yang diperdagangkan tidak boleh mengandung unsur bahaya atau dampak kerugian. Selain itu, cara melakukan jual beli juga harus bebas dari unsur kecurangan.
Dalam konteks ini, ada beberapa model jual beli yang dilarang menurut syariat, karena adanya dampak kerugian dan kecurangan. Pertama, jual beli barang yang masih dalam tahap tawar-menawar oleh orang lain. Rasulullah ﷺ melarang hal ini untuk mencegah kerugian dan kecurangan.
Kedua, jual beli dengan provokasi harga (bai’ najasy), di mana seseorang menawar barang tanpa berniat untuk membelinya. Model ini dianggap melanggar prinsip kejujuran dan dapat merugikan pembeli.
Ketiga, jual beli talaqqy rukban, yaitu jual beli yang dilakukan sebelum pedagang tersebut sampai ke pasar. Model ini dilarang karena pedagang tidak mengetahui harga sebenarnya di pasaran, sehingga dapat menimbulkan kerugian.
Keempat, larangan menjual barang penduduk setempat kepada pedagang luar melalui makelar. Praktik ini dianggap merugikan penduduk setempat karena harga barang dari luar daerah umumnya lebih murah.
Dalam ajaran Islam, transaksi jual beli bukan hanya sekedar pertukaran barang, tetapi juga menekankan prinsip keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bersama. Dengan mematuhi prinsip-prinsip tersebut, diharapkan transaksi jual beli dapat berlangsung dengan adil dan berkah bagi semua pihak yang terlibat.