Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat beberapa tokoh Muslim terkemuka, seperti habaib, kiai, atau ulama dunia, menggunakan sehelai kain melilit kepala mereka, yang dikenal sebagai imamah. Di Indonesia, banyak ulama terkemuka seperti Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan lainnya terlihat menggunakan imamah, meskipun ada yang kadang-kadang beralih dengan peci, kopiah, atau penutup kepala lainnya.
Penggunaan imamah diyakini sebagai sunnah baik untuk keperluan shalat maupun sekadar sebagai perhiasan. Meskipun beberapa hadits yang menguatkan hal ini dianggap lemah, namun karena jumlahnya yang banyak, hadits-hadits tersebut saling menguatkan satu sama lain. Sebagai contoh, dalam salah satu hadits disebutkan bagaimana Rasulullah menggunakan imamah dengan warna hitam.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa imamah merupakan pakaian adat yang memiliki kedudukan seperti pakaian atau perilaku lain yang dilakukan Rasulullah. Namun, apakah jika Rasulullah melakukan suatu aktivitas maka secara otomatis aktivitas tersebut menjadi sunnah bagi kita?
Definisi sunnah dapat memiliki makna bahasa sebagai perilaku Rasulullah. Namun dalam konteks fiqih, sunnah merujuk pada suatu perbuatan yang jika dilakukan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak akan mendatangkan dosa. Menggunakan imamah juga dianggap sunnah menurut pandangan kalangan Syafiiyyah, baik dari segi hadits maupun fiqih.
Dalam penafsiran ulama, penggunaan peci atau kopiah dengan atau tanpa imamah juga dianggap sebagai sunnah. Dengan demikian, memakai peci, kopiah, atau penutup kepala lainnya dianggap sebagai kesunnahan dalam fiqih karena dianggap setara dengan penggunaan imamah yang juga dilakukan oleh Rasulullah.
Sebagaimana kesunnahan lainnya seperti gosok gigi atau i’tikaf, memakai imamah atau peci akan membawa pahala bagi pemakainya jika dilakukan dengan niat menjalankan kesunnahan atau meniru perilaku Rasulullah.