Pada tanggal 26 Agustus 2018, jam 10:00 WIB, terdapat penjelasan mengenai praktik jual beli dengan menggunakan akad salam. Akad salam adalah sebuah metode jual beli yang memiliki ketentuan khusus dan bukan sekadar sistem pesanan biasa.
Dalam akad salam, terdapat dua jenis transaksi yang dilakukan. Pertama, transaksi langsung antara penjual dan pembeli di mana barang yang diperdagangkan sudah ada di tempat transaksi. Jenis transaksi ini dikenal sebagai akad bai’u ainin musyahadah. Sedangkan jenis kedua adalah transaksi yang melibatkan perantara, di mana barang yang dibeli belum ada di tempat dan pembeli tidak dapat melihat langsung barang tersebut. Transaksi seperti ini disebut sebagai bai’un maushufun fi al dzimmah dengan akad salam sebagai metodenya.
Dalam praktik akad salam, ada dua konsep jaminan yang harus dipahami. Pertama, barang yang dijual sudah menjadi milik penjual sehingga penjual berhak untuk menjualnya. Kedua, barang yang dijual belum menjadi milik penjual, namun penjual bertindak sebagai wakil dari pihak ketiga untuk menjualkan barang tersebut.
Proses akad salam melibatkan beberapa tahapan yang harus diikuti. Penjual menunjukkan spesifikasi barang beserta harga kepada pembeli. Pembeli kemudian memilih spesifikasi yang diinginkan dan menetapkan harga yang disepakati. Setelah itu, penjual mencarikan barang yang dipesan oleh pembeli entah dari gudang penyimpanan sendiri atau rekanan yang diwakilinya.
Akad jual beli dengan metode salam dapat dibatalkan jika barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Namun, jika barang sudah diterima oleh pembeli, ia dapat mengembalikan barang tersebut kepada penjual dan menerima pengembalian uang yang telah dibayarkan.
Dengan demikian, praktik jual beli dengan akad salam merupakan kegiatan yang sah dalam hukum fiqih syariah. Pengetahuan mengenai jaminan (dzimmah) dalam transaksi merupakan hal yang penting untuk dipahami agar proses jual beli berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prinsip hukum Islam.
