Tiga istilah yang penting dalam fiqh shalat Jumat adalah qaryah, balad, dan mishr. Ketiganya merujuk pada kawasan pelaksanaan shalat Jumat dengan ciri dan ketentuan yang berbeda-beda. Dalam mazhab Syafi’i, shalat Jumat dapat dilakukan di qaryah, balad, atau mishr, sementara dalam mazhab Hanafi, shalat Jumat hanya sah dilakukan di Mishr.
Qaryah merupakan kawasan pemukiman tanpa kehadiran fasilitas kepolisian, kehakiman, dan pasar. Sementara mishr adalah tempat pemukiman yang dilengkapi dengan ketiga fasilitas tersebut, dan balad adalah daerah yang tidak memiliki salah satunya.
Menurut Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Mishr adalah tempat yang memiliki kehadiran departemen kehakiman, kepolisian, dan pasar. Balad adalah tempat yang tidak memiliki satu dari tiga fasilitas tersebut, sedangkan qaryah tidak memiliki ketiganya.
Dalam konteks geografis di Indonesia, ada pandangan yang menyamakan mishr dengan kabupaten, balad dengan kecamatan, dan qaryah dengan desa. Namun, prinsip sebenarnya dari qaryah, balad, dan mishr adalah ketersediaan fasilitas yang disebutkan sebelumnya. Sebuah pemukiman bisa saja memiliki beberapa atau semua fasilitas tersebut, yang akan mempengaruhi penamaan kawasannya.
Dalam perspektif fiqih mazhab Syafi’i, setiap kelompok pemukiman yang dianggap berbeda oleh masyarakat dihukumi sebagai daerah terpisah yang memiliki hukum sendiri dalam pelaksanaan shalat Jumat. Jika dua tempat pemukiman berbeda nama dan dianggap sebagai daerah yang terpisah oleh ‘urf (kebiasaan), maka keduanya dianggap sebagai tempat yang terpisah.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan bahwa setiap tempat pemukiman yang berbeda nama dan dianggap sebagai daerah yang berdiri sendiri memiliki hukum sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perbedaan antara qaryah, balad, dan mishr sangat penting dalam menentukan pelaksanaan shalat Jumat. Semoga informasi ini bermanfaat.