Pada saat menjelang Hari Raya Idul Adha, salah satu ibadah yang dianjurkan bagi umat Muslim adalah berkurban. Ketika seseorang sudah melakukan proses penyembelihan hewan kurban, mereka berhak untuk mengambil sebagian kecil daging kurban tersebut. Hal ini bertujuan agar orang yang berkurban dapat merasakan berkah dan keberlimpahan dari ibadah kurban yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan hal ini dengan memakan daging kurban sebagai bagian dari sunnah beliau.
Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai wajib tidaknya memakan daging kurban bagi orang yang berkurban, ulama Mazhab Syafi’i menyatakan kesunnahan memakan sebagian kecil dari daging kurban. Hal ini dianggap sebagai jalan tengah dari perbedaan pendapat yang ada. Rasulullah SAW juga tidak pernah menyembelih satu hewan kurban yang wajib atas dirinya, namun beliau memakan daging kurban sunnah.
Dalam hal ini, ada anjuran bagi orang yang berkurban untuk mengambil bagian hati dari hewan kurban sebagai bentuk tafa’ul (meneladani dengan harapan). Ulama Syafi’iyah menyarankan untuk mengonsumsi bagian hati hewan kurban karena meneladani perilaku penduduk surga yang pertama kali menyantap hati hewan yang disediakan oleh Allah SWT.
Hati hewan kurban dipilih karena dianggap sebagai bagian yang paling layak untuk dijadikan tabarrukan (sumber berkah). Dalam hadits Rasulullah, terdapat penjelasan bahwa penghormatan Allah pertama kali kepada penghuni surga adalah dengan memberikan makanan tambahan berupa hati ikan paus yang merupakan bagian hati hewan yang tergantung.
Untuk memastikan kesucian daging hati hewan kurban sebelum dikonsumsi, disarankan agar panitia kurban memisahkan bagian hati hewan kurban dan memeriksa kebersihannya dari bakteri atau cacing hati. Dengan demikian, orang yang berkurban bisa mendapatkan manfaat berkah dari ibadah kurban secara optimal.
