Ibadah kurban mempunyai perbedaan yang signifikan dengan ibadah aqiqah. Daging hewan kurban sebaiknya dibagikan dalam bentuk segar atau mentah, sedangkan daging aqiqah lebih baik dibagi dalam keadaan matang. Hal ini memiliki makna yang dalam dalam pelaksanaannya.
Dalam ajaran agama, daging kurban sebaiknya dibagikan dalam kondisi segar atau mentah agar tujuan ibadah kurban dapat tercapai dengan baik. Menyantap daging kurban yang dimasak tidaklah mencukupi sebagai bagian dari ibadah tersebut.
Syekh Abu Syuja dalam Taqrib menyebutkan pembagian daging kurban dengan kata “memberi makan”, namun sebenarnya maksud dari hal ini adalah untuk membagikan daging tersebut dalam kondisi mentah agar penerima dapat mengolahnya sesuai keinginan mereka.
Pentingnya pembagian daging kurban dalam bentuk mentah juga disebabkan agar fakir dan miskin yang menerimanya memiliki kesempatan untuk menjual kembali atau melakukan transaksi lainnya. Dengan demikian, penerima daging kurban akan memiliki kontrol penuh atas daging yang mereka terima.
Dalam konteks penjualan daging kurban, haram bagi orang yang berkurban untuk menjual sebagian dari hewan kurbannya. Namun, bagi fakir dan miskin yang menerima daging kurban, mereka berhak untuk mendayagunakan daging tersebut sesuai kebutuhan mereka.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah yang mulia dan memberikan berkah bagi umat Islam, baik bagi orang yang berkurban, orang kaya penerima kurban, maupun orang miskin penerima kurban.