- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Tidur dan Wudhu: Perspektif Ibnu Arabi

Google Search Widget

Dalam beberapa kitab yang mengikuti mazhab Syafi’i, seperti kitab Safinatun Naja, disebutkan bahwa salah satu hal yang dapat membatalkan wudhu adalah tidur. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang menyatakan bahwa seseorang yang tidur harus berwudhu. Alasan tidur membatalkan wudhu dapat dijelaskan dengan dua faktor utama. Pertama, saat tidur, seseorang kehilangan akal sehingga dianggap dalam keadaan berhadast kecil atau wudhunya batal. Kedua, karena saat tidur seseorang tidak dapat mengontrol dirinya, seperti ketika kentut terjadi tanpa disadari.

Dalam kitab Al-Futhuhat Al-Makkiyah, Ibnu Arabi membahas perbedaan pendapat ulama tentang tidur. Ada yang berpendapat bahwa tidur merupakan keadaan berhadast, sehingga seseorang harus berwudhu setelah bangun tidur. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa tidur bukanlah keadaan berhadast, kecuali ada keluarnya hadast seperti kentut. Ibnu Arabi cenderung kepada pendapat kedua ini.

Selain itu, terdapat ulama yang membedakan antara tidur sebentar dan tidur lama. Menurut mereka, tidur sebentar tidak memerlukan wudhu, sementara tidur lama atau nyenyak memerlukan wudhu. Ibnu Arabi menjelaskan bahwa tidur sebentar dapat membuat hati menjadi lupa, sedangkan tidur lama atau nyenyak dapat membuat hati menjadi mati dan kurang waspada terhadap kewajiban yang telah ditetapkan Allah.

Pandangan Ibnu Arabi menunjukkan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara tidur dan wudhu dalam menjaga kesucian hati dan pikiran.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?