Dalam ajaran Islam, terdapat praktik tawasul yang sering kali menuai kontroversi terutama terkait dengan tawasul kepada orang shalih yang masih hidup. Tawasul merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah agar doa atau ibadah yang dilakukan diterima dan dikabulkan.
Menurut literatur Ahlussunnah wal Jamaah, terdapat lima jenis tawasul, salah satunya adalah tawasul dengan orang shalih yang masih hidup. Hal ini didukung oleh beberapa dalil yang menguatkan keabsahan tawasul tersebut.
Dalil pertama yang menjadi dasar tawasul adalah firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 35 yang menunjukkan pentingnya mencari perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Selain itu, hadits tentang tawasul seorang sahabat buta kepada Nabi Muhammad ﷺ saat masih hidup juga memberikan contoh konkrit praktik tawasul dengan menyebut zat beliau.
Selain itu, terdapat pula hadits tentang tawasul dengan orang shalih yang hidup seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Umar bin Khattab ketika memohon hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas, paman Rasulullah. Hal ini menegaskan bahwa tawasul dengan orang shalih yang masih hidup diperbolehkan dalam syari’at Islam.
Dengan dasar-dasar tersebut, dapat disimpulkan bahwa praktik tawasul kepada orang shalih yang masih hidup memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam. Dengan pemahaman yang tepat dan berlandaskan dalil-dalil syari’at, tawasul kepada orang shalih yang masih hidup dapat dipraktikkan secara sah dan sesuai dengan ajaran Islam.