Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita dihadapkan pada berbagai kesulitan yang dapat menghambat pelaksanaan ibadah kita. Dalam konteks fiqih Islam, kesulitan tersebut sering disebut sebagai masyaqqah. Allah SWT dalam kasus seperti ini kadang memberikan keringanan hukum (rukhsah) untuk memudahkan umat-Nya. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua kesulitan yang kita hadapi dapat memperoleh keringanan hukum.
Secara etimologi, masyaqqah berarti sulit, berat, atau serupa dengannya. Dalam konteks bahasa Arab, ada ungkapan “Syaqqa alaihi syaiun” yang artinya sesuatu yang membuat seseorang merasa sulit atau berat. Dalam Al-Quran, terdapat kata yang memiliki akar kata yang sama dengan masyaqqah, yaitu “syiqqil anfus” dalam Surat An-Nahl ayat 7.
Imam As-Syatibi dalam Kitab Al-Muwafaqat menjelaskan bahwa konsep masyaqqah sudah jelas terdapat dalam Al-Quran dan banyak terdapat ayat yang mendukung hal ini. Ada beberapa ayat yang menggarisbawahi pentingnya memperhatikan kondisi masyarakat yang menghadapi kesulitan.
Ada empat makna dari masyaqqah menurut Imam As-Syathibi. Salah satunya adalah ketika seseorang merasakan kesulitan dalam melakukan sesuatu meskipun sebenarnya mampu melakukannya. Menurut As-Suyuthi, masyaqqah dibagi menjadi dua jenis, yaitu masyaqqah yang tidak mempengaruhi pelaksanaan ibadah dan masyaqqah yang dapat mempengaruhi pelaksanaan ibadah.
Penting untuk memahami bahwa dalam hukum Islam, ada masyaqqah yang tidak dapat menggugurkan kewajiban beribadah dan ada pula masyaqqah yang dapat menggugurkan kewajiban beribadah. Hal ini mengandung prinsip menjaga jiwa dan raga sebagai prioritas utama dalam syariat Islam. Jika seseorang dalam kondisi tidak mampu dan berisiko fatal, maka diberlakukanlah keringanan untuk menjaga keselamatan jiwa dan tubuhnya.
Dengan demikian, pemahaman tentang masyaqqah dalam hukum Islam menjadi penting agar umat dapat menjalankan ibadah dengan penuh keyakinan dan ketaatan sesuai dengan tuntunan agama.