Obligasi syariah, atau yang dikenal juga dengan istilah syuquq, merupakan bentuk investasi yang semakin populer dalam pasar keuangan syariah. Dalam konteks transaksi fiqih, obligasi syariah didefinisikan sebagai lembaran surat berharga yang mengakui utang perusahaan kepada pemegangnya. Namun, bagaimana obligasi syariah dapat diperdagangkan di pasar keuangan? Mari kita bahas lebih lanjut.
Salah satu alasan perusahaan memilih menerbitkan obligasi adalah untuk mendapatkan pembiayaan tambahan dalam mengembangkan usahanya. Proses penerbitan obligasi melibatkan penawaran kepada publik melalui mekanisme pelelangan. Karena adanya nisbah bagi hasil atau imbal jasa yang ditawarkan kepada pemegang obligasi, obligasi dianggap sebagai aset (mâl) yang dapat diperdagangkan.
Namun, agar tidak melanggar prinsip syariah terkait riba, perusahaan penerbit obligasi harus menjalankan akad yang sesuai. Salah satu akad yang dapat digunakan adalah akad mudharabah. Dalam akad mudharabah, pihak emiten berperan sebagai penerbit obligasi sekaligus mudharib, sementara investor berperan sebagai shâhibul mâl. Kedua belah pihak harus sepakat mengenai tata cara bagi hasil yang akan diterapkan.
Jika perusahaan tidak mampu mengembalikan dana kepada pemegang obligasi setelah jatuh tempo, maka konversi obligasi menjadi saham perusahaan bisa dilakukan. Proses konversi ini mengubah prinsip akad dari mudharabah menjadi musyarakah musahamah, di mana investor berubah menjadi syarik perusahaan.
Perlu ditekankan perbedaan antara mudharabah dan musyarakah musahamah. Dalam mudharabah, konsep revenue sharing diterapkan, sementara dalam musyarakah musahamah, konsep profit and loss sharing yang berlaku. Selain itu, dalam mudharabah tidak ada penyatuan modal antara kedua belah pihak, sementara dalam musyarakah hal ini merupakan syarat utama.
Dalam konteks syariah, obligasi syariah juga bisa dijalankan dengan akad ijarah (sewa-menyewa). Namun, tantangan muncul karena barang yang disewakan belum ada secara fisik. Apakah boleh menyewakan barang yang belum berwujud? Ini menjadi dilema dalam menerapkan akad ijarah pada obligasi syariah.
Dengan pemahaman yang baik mengenai konsep-konsep akad dalam obligasi syariah, diharapkan implementasinya dapat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tanpa melanggar larangan riba. Perusahaan dan pemegang obligasi perlu memahami dengan jelas tata cara pelaksanaan akad yang sesuai dengan prinsip syariah untuk menjaga keabsahan transaksi tersebut.