Dalam ajaran Islam, sering kali terdengar ajakan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits. Namun, penting untuk memahami bahwa kembali ke sumber-sumber utama ini tidak semata-mata mengacu secara tekstual belaka. Memahami Al-Qur’an dan Hadits memerlukan pemahaman yang mendalam serta penerapan akal dan ijtihad yang sesuai dengan koridor ilmu keislaman.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” Hal ini menunjukkan pentingnya untuk bertanya kepada ahli agar dapat memperoleh pemahaman yang benar.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa bagi yang tidak memiliki kapasitas ijtihad mutlak, wajib untuk mengikuti salah satu dari empat imam mazhab. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memahami ajaran Islam, diperlukan juga kerendahan hati untuk mengikuti fatwa dari ulama yang kredibel di bidang ijtihad.
Al-Qur’an tidak hanya merujuk secara tekstual, namun juga mengandung beragam tafsir dan makna yang dalam. Seperti halnya memegang bara api, pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits juga harus dilakukan dengan bijaksana.
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, terkadang diperlukan pemahaman sastrawi yang mendalam. Ada kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an yang memiliki nuansa sastrawi yang rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih dari sekadar teks.
Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits bukanlah hal yang sederhana. Diperlukan kesabaran, usaha, dan pembelajaran yang mendalam untuk dapat menjelajahi kedalaman makna ajaran Islam tersebut. Janganlah tergesa-gesa dalam menuntut pemahaman yang tinggi tanpa melalui proses pembelajaran yang benar.
Kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits bukanlah sekadar mengacu pada teks belaka, namun lebih pada pemahaman yang mendalam serta pengamalan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita semua dapat meraih pemahaman yang benar dan mampu mengambil hikmah dari ajaran suci tersebut.