Pendapat yang berbeda di antara para ulama sering kali menjadi topik yang menarik dalam diskusi keagamaan. Analogi tentang perbedaan pendapat di antara ulama seperti taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna-warni memberikan gambaran yang indah. Sebuah taman dengan berbagai macam bunga terlihat menarik, tidak membosankan, dan menghadirkan keindahan yang tiada tara. Sebaliknya, jika taman itu hanya memiliki satu jenis bunga saja, ia akan terlihat monoton, kaku, dan tidak menyenangkan untuk terus dilihat.
Allah SWT menciptakan manusia dengan beragam variasi, mulai dari warna kulit, bahasa, tabiat, hingga bentuk tubuh. Dalam keragaman tersebutlah terdapat keindahan dan kesempurnaan. Perbedaan merupakan bagian dari fitrah dan kehendak Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan dalam Surat al-Maidah ayat 48.
Seorang ulama bermazhab Syafi’i, Muhammad bin Abdul Rahman al-Dimasyqi al-Syafi’i, menegaskan bahwa perbedaan pendapat ulama sejatinya merupakan sebuah rahmat bagi umat Islam. Mereka telah berijtihad dengan sepenuh tenaga untuk mencari kebenaran dalam berbagai masalah agama.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, perbedaan pendapat sangat jarang terjadi karena beliau menjadi pusat rujukan utama dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para sahabat. Namun, setelah wafatnya Rasulullah, mulai muncul bibit-bibit perbedaan pendapat di antara umat Islam.
Perbedaan pendapat ini tidak timbul karena hawa nafsu atau kepentingan duniawi semata, melainkan karena beberapa faktor seperti perbedaan qira’at Al-Qur’an, ketidaktahuan akan keberadaan hadits Nabi, serta keraguan akan kesahihan sebuah hadits. Faktor-faktor ini kemudian turut mempengaruhi pandangan ulama dalam memahami hukum-hukum Islam.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa perbedaan pendapat ulama merupakan bagian dari keragaman yang ada dalam Islam. Perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan, namun seharusnya dijadikan sebagai sumber pembelajaran dan pemahaman yang lebih luas bagi umat Islam.