Pada tanggal 27 Februari 2018, Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi dalam kitab Matnur Rahabiyyah menjelaskan mengenai 10 orang laki-laki yang berhak menerima warisan menurut hukum syariah. Kesepuluh orang tersebut termasuk dalam golongan ahli waris yang memiliki hubungan darah dengan si mayit.
Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi merinci 10 orang tersebut sebagai berikut:
- Anak laki-laki (ibnun)
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki (ibnul ibni) dan turunannya
- Bapak (abun)
- Kakek dari bapak (jaddun atau abul ab) dan keturunannya
- Saudara laki-laki (akhun) dari berbagai arah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (ibnul akhi syaqîq) dan sebapak (ibnul akhi li ab)
- Paman sekandung (‘ammun syaqîq) dan sebapak (‘ammun li ab) beserta keturunannya
- Anak laki-laki dari paman sekandung (ibnul ‘amm syaqîq) dan sebapak (ibnul ‘amm li ab)
- Suami (zawjun)
- Orang laki-laki yang memerdekakan budak (mu’tiqun)
Dalam konteks warisan menurut hukum syariah, perlu dipahami bahwa hubungan antara ahli waris dan si mayit harus bersifat darah, bukan hubungan angkat atau tiri. Sebagai contoh, anak angkat tidak berhak menerima bagian dari warisan.
Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thâlibîn juga menyebutkan 13 orang laki-laki yang berhak mendapat warisan. Perbedaan ini bukanlah prinsipil, melainkan lebih kepada perincian yang dilakukan Imam Nawawi terhadap beberapa ahli waris yang disebutkan oleh Imam Rahabi.
Dengan demikian, pemahaman mengenai ahli waris laki-laki menurut hukum syariah menjadi penting untuk diperhatikan guna menjaga keadilan dalam pembagian harta warisan sesuai dengan ketentuan agama Islam.