Dalam menjalankan khutbah Jumat, terdapat syarat khusus yang harus dipenuhi oleh khatib menurut pandangan madzhab Syafi’i. Salah satu syarat penting adalah khatib harus suci dari hadats kecil dan besar. Khutbah tidak akan sah jika dilakukan oleh khatib yang sedang dalam keadaan berhadats. Hal ini berbeda dengan pandangan dari madzhab lain seperti Hanafi, Maliki, dan Hanbali serta pandangan lemah dari madzhab Syafi’i yang tidak mensyaratkan kesucian dari hadats bagi khatib.
Menurut Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, jika khatib tiba-tiba berhadats atau kentut di tengah-tengah khutbahnya, langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut:
- Khatib yang terhalang untuk melanjutkan khutbahnya diperbolehkan untuk digantikan oleh salah satu jamaah yang hadir. Pengganti khatib tersebut boleh melanjutkan bacaan khutbah asalkan tidak terjadi pemisah yang lama antara bacaan khatib pertama dan kedua menurut standar umum.
- Apabila pengganti khatib melanjutkan khutbah sebelum terjadi pemisah yang lama, maka hal tersebut diperbolehkan berdasarkan pendapat Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani.
- Jika khatib tidak bermaksud menggantikan dirinya dengan khatib lain, setelah bersuci kembali, khatib harus mengulang khutbahnya dari awal. Khutbah merupakan satu bentuk ibadah yang tidak boleh dilakukan dengan dua kali bersuci seperti dalam shalat.
Dengan demikian, dalam kasus di mana khatib terhalang di tengah-tengah khutbahnya, langkah-langkah di atas dapat diambil sesuai dengan pandangan dalam madzhab Syafi’i. Semoga informasi ini bermanfaat untuk memperdalam pemahaman terkait penyelenggaraan khutbah Jumat menurut perspektif madzhab Syafi’i.