Praktik tawasul sering menjadi topik yang diperdebatkan oleh banyak pihak. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendapat yang mendasar antara mereka yang terlibat dalam diskusi tersebut. Secara umum, praktik tawasul didukung dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 35 yang menyerukan untuk bertawakal kepada Allah dan mencari jalan menuju-Nya.
Tawasul merupakan sebuah praktik doa di mana seseorang menyertakan nama orang-orang saleh dalam doanya dengan harapan agar doanya menjadi lebih istimewa dan diterima oleh Allah SWT. Dua lafal tawasul yang umum digunakan oleh masyarakat adalah “Allâhumma innî atawassalu ilaika binabiyyika muhammadin shallallâhu alaihi wa sallam” yang artinya “Ya Allah, aku bertawasul kepada-Mu melalui kemuliaan nabi-Mu, Nabi Muhammad SAW” dan “Yâ rabbi bil mushthafâ, balligh maqâshidanâ, waghfir lanâ mâ madhâ, yâ wâsi‘al karami” yang artinya “Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu Rasulullah, sampaikanlah hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah lalu, wahai Tuhan Maha Pemurah”.
Namun, praktik tawasul sering kali disalahpahami oleh sebagian orang yang menganggapnya mengandung unsur kemusyrikan. Untuk menghindari kesalahpahaman tersebut dan menjauhi kemusyrikan, pandangan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki memberikan pemahaman yang penting terkait tawasul.
Menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, tawasul adalah salah satu bentuk doa dan merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang bertawasul harus melakukannya dengan motivasi cinta dan keyakinan bahwa Allah juga mencintai wasilah yang digunakan. Adapun wasilah tersebut tidak memiliki kekuatan apapun dan hanya Allah lah yang memiliki kuasa mutlak.
Selain itu, ijabah doa tidak tergantung pada tawasul atau tidaknya. Prinsip dasarnya adalah berdoa langsung kepada Allah karena Allah lah yang Maha Mendengar dan Maha Menjawab doa hamba-Nya. Praktik tawasul bukanlah sesuatu yang mengikat atau memaksa, namun lebih sebagai bentuk adab dan permohonan kepada Allah semata.
Dengan pemahaman yang benar tentang praktik tawasul, kita dapat menjauhi kemusyrikan dan tetap dalam koridor ibadah yang benar. Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai tawasul dalam pandangan Ahlussunah wal Jamaah.