Dalam tulisan ini, akan dibahas tindakan bank syariah dalam menentukan harga dasar barang murabahah saat bertransaksi dengan nasabah. Kasus yang diuraikan berkaitan dengan tindakan pedagang elektronik properti rumah tangga menjual air conditioner (AC) dengan mark-up harga yang signifikan saat menemui pembeli yang sangat membutuhkan.
Pak Ahmad sebagai pembeli ingin membeli AC dengan merk tertentu untuk rumah barunya. Pedagang yang dikunjungi Pak Ahmad memanfaatkan situasi tersebut dengan menaikkan keuntungan dari 15% menjadi 40%. Pembeli menilai tindakan ini sebagai mark-up harga yang tidak terpuji, karena pedagang memanfaatkan kebutuhan mendesak Pak Ahmad.
Namun, dari perspektif pedagang, mencari keuntungan dalam dagang adalah hal yang sah selama dilakukan dengan cara yang benar. Pedagang melihat kedatangan Pak Ahmad sebagai peluang yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dalam konteks syariat, mengambil untung dalam berdagang tidak dilarang.
Dari kasus ini, terlihat adanya perbedaan respon antara pembeli dan pedagang terhadap tindakan mark-up. Karena itu, hadirnya pihak ketiga (qadli) diperlukan untuk menyelesaikan perselisihan terkait mark-up dan keuntungan. Qadli bertugas untuk menimbang kedua perspektif tanpa merugikan salah satu pihak dan menetapkan harga yang seimbang (tas’ir).
Dalam konteks penentuan harga barang dalam transaksi bai’ murabahah oleh bank syariah, apakah tindakan menaikkan harga oleh bank juga dapat disebut sebagai mark-up? Simak tulisan selanjutnya untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut mengenai hal ini.
Mengutip dalil Al-Baqarah ayat 180, risiko halalnya jual beli juga berarti halalnya mengambil keuntungan. Namun, larangan menaikkan harga dilakukan jika hal tersebut menyebabkan kemudlaratan bagi masyarakat secara umum.
Tas’ir dalam konteks ini mengacu pada perintah penguasa atau yang berwenang untuk menetapkan harga pasar agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam menentukan harga jual suatu barang. Tujuannya adalah untuk mencapai kemaslahatan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perilaku pedagang yang menaikkan harga secara signifikan demi memenuhi kebutuhan konsumen tertentu tidak selalu diperbolehkan dalam syariat, terutama jika pemerintah telah menetapkan harga standar yang berlaku. Penentuan harga barang dalam transaksi bai’ murabahah oleh bank syariah juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan agar tidak melanggar aturan syariat yang berlaku.