Pada tulisan ini, kita akan membahas implementasi akad bai’ murabahah dalam perbankan syariah dengan melakukan tinjauan komparatif antara situs resmi Bank BNI Syariah dan Fatwa DSN MUI: No. 4/DSN-MUI/IV/2000. Akad bai’ murabahah merupakan akad jual beli antara bank syariah dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai penjual yang menjual barang kepada nasabah dengan harga pokok ditambah margin keuntungan yang disepakati.
Bank Syariah Mandiri (BSM) menawarkan produk jual beli murabahah dalam bentuk pembiayaan untuk kebutuhan nasabah, baik konsumtif maupun produktif, seperti pengadaan rumah, kendaraan, mesin produksi, atau pabrik. Nasabah membayar dengan cara mengangsur selama periode kontrak dengan jumlah angsuran tetap. Jenis pembiayaan yang ditawarkan mencakup pembiayaan konsumtif untuk kebutuhan pribadi dan pembiayaan produktif untuk sektor usaha, UMKM, dan sejenisnya.
Dalam penerapan akad bai’ murabahah, prasyarat jaminan diperlukan agar nasabah serius dengan pesanan barang kepada bank. Jaminan bisa berupa barang yang dapat dipegang, seperti sertifikat atau barang lainnya. Negosiasi antara nasabah dan bank terkait margin keuntungan juga diperbolehkan dalam akad murabahah di bank syariah.
Dalam konteks pembiayaan produktif, penentuan harga pokok barang bisa menjadi tantangan karena bank perlu melakukan estimasi berdasarkan penaksiran. Oleh karena itu, akad ‘urbun (uang muka) diperbolehkan untuk mengurangi risiko kerugian bank.
Dalam hal keterlambatan pembayaran angsuran oleh nasabah, bank berhak menerapkan denda (ta’zir) sesuai dengan Fatwa DSN MUI. Penetapan ta’zir ini didasarkan pada fiqih Islam dan syarat-syarat pengajuan pembiayaan yang telah ditetapkan oleh bank.
Dengan demikian, implementasi akad bai’ murabahah dalam perbankan syariah mengacu pada prinsip-prinsip syariah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga perbankan syariah serta otoritas fatwa dari DSN MUI.