Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengenai “Syarat Tambahan” dan bagaimana hal tersebut dapat mengubah status hukum suatu akad dalam fiqih transaksi.
Dalam dunia perbankan syari’ah, seringkali terdapat syarat tambahan yang diberikan oleh penjual kepada pembeli untuk memberikan manfaat lebih. Syarat tambahan ini bertujuan untuk memberikan keistimewaan kepada salah satu pihak, atau dalam istilah perdagangan, seringkali disebut sebagai “memanjakan konsumen”.
Namun, apakah syarat tambahan tersebut bisa mengubah status hukum akad? Para ulama dari empat madzhab memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini. Menurut ulama Madzhab Hanbali, syarat tambahan yang tidak bertentangan dengan kaidah syar’iyah diperbolehkan secara mutlak. Mereka memberikan contoh bahwa jika dalam sebuah akad nikah terdapat syarat tertentu yang tidak melanggar syariat, maka akad tersebut tetap sah.
Di sisi lain, ulama dari Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah memandang syarat tambahan dengan cara yang berbeda. Mereka membagi syarat dalam akad menjadi tiga kategori: sah, tidak sah, dan batal. Syarat sah adalah syarat yang diharuskan realisasinya untuk memperkuat akad secara syara’.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa setiap syarat harus memiliki hubungan langsung dengan akad transaksi. Syarat yang tidak sah adalah syarat yang bertentangan dengan ketentuan transaksi, tidak memiliki hubungan dengan akad, atau tidak dibenarkan oleh syariat.
Jika suatu syarat tambahan dipandang tidak sah, maka seluruh akibat hukum terkait dengan transaksi tersebut juga menjadi tidak sah. Namun, hal ini tidak akan mengubah status akad menjadi batal. Akad hanya akan dianggap fasid (rusak) jika syarat sah akad terpenuhi namun syarat pembatalan tidak terpenuhi.
Dengan demikian, penting bagi pihak pedagang atau produsen untuk memperhatikan dan memenuhi syarat tambahan yang mereka umumkan. Syarat tersebut wajib dipatuhi sebisa mungkin, namun tetap harus dalam batas yang tidak mustahil untuk dilakukan.
Dalam hal jual beli komputer misalnya, jika terdapat kerusakan pada komputer akibat hal yang di luar kendali produsen, maka produsen tidak wajib memenuhi syarat garansi yang diberikan. Hal ini karena syarat tersebut haruslah dapat dipenuhi secara wajar dan tidak mustahil untuk dilakukan.
Dengan demikian, syarat tambahan dalam sebuah akad transaksi bisa mengubah status hukum akad tergantung pada kelayakan dan kewajaran syarat tersebut. Kepatuhan terhadap syarat tambahan ini penting untuk menjaga keabsahan dan keberlangsungan transaksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang berlaku.