Pada tahun 1997, dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama yang diadakan oleh Nahdlatul Ulama di Nusa Tenggara Barat (NTB), dihasilkan beberapa keputusan penting. Salah satunya adalah mengenai kedudukan wanita dalam Islam. Keputusan tersebut menegaskan bahwa wanita dalam Islam diberikan tempat yang mulia dan tidak bersubordinasi dalam kehidupan masyarakat.
Dalam keputusan tersebut, disebutkan bahwa Islam memberikan hak yang sama bagi wanita dan laki-laki dalam memberikan pengabdian kepada agama, nusa, bangsa, dan negara. Ayat-ayat suci al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi pun menunjukkan kesetaraan antara keduanya.
Namun, meskipun prinsip-prinsip Islam telah memberikan pemahaman yang integratif mengenai wanita, kenyataannya masih banyak distorsi yang terjadi. Pengaruh budaya patrilineal dan perbandingan proporsional antara laki-laki dan wanita kadang membuat laki-laki dianggap memiliki kelebihan. Hal ini telah menafikan prinsip-prinsip mulia tentang wanita dalam Islam.
Islam juga telah mengatur hak dan kewajiban wanita dalam kehidupan berkeluarga yang harus dijalani oleh suami dan istri. Wanita juga memiliki peran publik sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang harus dilaksanakan dengan tegas, transparan, dan terlindungi.
Partisipasi wanita dalam sektor non-kodrati merupakan tanggung jawab Nahdlatul Ulama dalam memprakarsai transformasi budaya dan kesetaraan gender. Dengan demikian, wanita Indonesia dapat diberdayakan sesuai dengan potensi sebenarnya tanpa melupakan peran kodratnya.
Keputusan-ketujuh tersebut menegaskan bahwa Islam menghargai wanita sebagai bagian integral dari masyarakat yang memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Dengan demikian, kedudukan wanita dalam Islam harus dipahami secara komprehensif dan tidak boleh terdistorsi oleh budaya atau pandangan yang merendahkan wanita.