Dalam praktik ibadah shalat, berdiri merupakan salah satu rukun yang sangat penting. Para ulama dalam kitab-kitab fikih Syafi’iyah menyebutkan bahwa ada 17 hal yang termasuk dalam rukun shalat, baik itu shalat fardlu maupun shalat sunah. Salah satu dari rukun tersebut adalah berdiri.
Berdiri dalam shalat diwajibkan untuk dilakukan oleh setiap individu yang hendak menjalankan ibadah shalat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya berdiri saat melaksanakan shalat. Jika seseorang tidak mampu berdiri, maka duduklah. Dan jika masih tidak mampu, maka boleh shalat sambil tidur miring.
Para ulama juga membatasi definisi berdiri dalam shalat. Seseorang dianggap berdiri apabila ia dapat berdiri secara tegak tanpa membungkuk atau miring sehingga telapak tangannya menyentuh lutut. Jika seseorang hanya mampu berdiri pada sebagian shalatnya, maka ia boleh duduk untuk bagian lainnya.
Dalam konteks shalat fardlu, ada kondisi tertentu yang membolehkan seseorang untuk tidak berdiri. Misalnya, jika berdiri akan menghilangkan khusyuk dalam shalat atau menyebabkan kesulitan yang tidak bisa ditanggung. Namun, kewajiban berdiri hanya berlaku untuk shalat fardlu, bukan shalat sunah.
Untuk shalat sunah, seseorang diperbolehkan untuk melakukannya dengan duduk atau tidur miring meskipun ia bisa berdiri. Namun, jika seseorang shalat sunah dengan posisi tidur miring saat ruku’ dan sujud, ia tetap harus melakukan kedua rukun tersebut secara sempurna.
Dengan demikian, berdiri dalam shalat merupakan kewajiban yang harus diperhatikan dengan seksama. Meskipun ada kemungkinan untuk tidak berdiri dalam beberapa kondisi tertentu, namun penting untuk memahami bahwa kewajiban berdiri ini hanya berlaku untuk shalat fardlu.