Dalam terminologi fiqih Syafi’i, niat merupakan kesengajaan untuk melaksanakan suatu aktivitas dengan tujuan tertentu. Dalam konteks wudhu, niat dimulai sejak melakukan rukun pertama yaitu membasuh muka. Sedangkan untuk shalat, niat perlu dilakukan saat takbiratul ihram. Niat berada di dalam hati dan melafalkannya melalui lisan merupakan kesunnahan.
Shalat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu shalat fardlu, shalat sunnah berwaktu, dan shalat sunnah mutlak. Bagi yang ingin melakukan shalat fardlu, ada tiga komponen niat yang harus dipenuhi dalam hati, yaitu:
- Menyengaja menjalankan kegiatan (قصد الفعل)
- Menjelaskan spesifikasi ibadah yang dilakukan (التعيين)
- Menjalankan fardlu
Untuk shalat sunnah berwaktu seperti qabliyah isya’ dan tarawih, komponen niat minimal termasuk menyengaja menjalankan kegiatan dan menjelaskan spesifikasi ibadah yang dilakukan.
Sedangkan untuk shalat sunnah mutlak, yang tidak terikat waktu tertentu, dalam niat hanya perlu menyebut penyengajaan melaksanakan shalat saja.
Niat memiliki tiga tingkatan tergantung jenis shalat yang dilakukan. Apabila shalat fardlu, harus menyertakan kesengajaan menjalankan aktivitas, penjelasan spesifikasi ibadah, dan penjelasan bahwa itu adalah shalat fardlu. Jika shalat sunnah berwaktu, perlu menyertakan kesengajaan dan penjelasan spesifikasi. Sedangkan shalat sunnah mutlak hanya memerlukan penyengajaan pelaksanaan.
Kesimpulannya, niat memiliki standar minimal yang harus disebut secara spesifik. Namun, banyak yang menggunakan niat versi lengkap dengan tambahan kesunnahan lainnya.