Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena candaan seputar hubungan suami-istri yang sering terjadi setiap hari Kamis telah menjadi hal yang lazim di masyarakat. Ungkapan seperti “Sudah hari Kamis lagi, sunah rasul,” atau “Malam Jumatan, sunah rasul,” sering digunakan sebagai bahan guyonan dalam interaksi sehari-hari. Namun, perlu dicatat bahwa candaan semacam ini sebenarnya tidak memiliki masalah dalam agama.
Meskipun begitu, untuk memahami posisi hukum agama yang sebenarnya terkait dengan hubungan intim suami-istri, penting untuk mendapatkan penjelasan dari ahli hukum Islam. Dalam konteks ini, ada penekanan bahwa tidak ada anjuran khusus dalam sunah Rasulullah terkait dengan berhubungan seksual di malam-malam tertentu seperti malam Jumat.
Sebagian ulama menyatakan anjuran untuk berhubungan intim di malam Jumat berdasarkan tafsiran tertentu terhadap hadits Rasulullah SAW. Meski demikian, penting untuk diingat bahwa kesunahan tersebut didasarkan pada interpretasi ulama dan bukan anjuran verbal langsung dari Rasulullah.
Penjelasan mengenai kedudukan hukum ini menjadi penting agar tidak terjadi reduksi terhadap anjuran-ajuran lain yang sebaiknya dilakukan di malam Jumat, seperti memperbanyak shalawat nabi, membaca surat Yasin, Al-Jumuah, Al-Kahfi, Al-Waqiah, istighfar, dan mendoakan orang-orang beriman yang telah wafat. Sementara candaan dengan istilah-istilah tertentu tetap diperbolehkan, namun sebaiknya dibatasi di kalangan orang dewasa.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk memahami dengan baik konteks dan tafsir dari anjuran-ajuran agama agar dapat menjalankan ibadah dan tindakan sesuai dengan ajaran yang benar.