Fikih Islam merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim karena mengatur segala aturan ibadah secara detail. Salah satu aspek yang sangat ditekankan adalah bersuci sebelum melakukan ibadah, seperti shalat, membaca Al-Quran, dan puasa. Bersuci ini melibatkan konsep hadats, yang terbagi menjadi dua jenis: hadats kecil yang mewajibkan berwudhu, dan hadats besar yang mewajibkan mandi.
Salah satu hal yang dapat membatalkan wudhu adalah keluarnya sesuatu dari dua jalan kemaluan, yaitu qubul dan dubur. Namun, ada pengecualian seperti keluarnya mani, darah haid, dan nifas yang mewajibkan mandi janabat. Selain itu, buang air kecil, kentut, atau keluarnya darah di luar masa haid atau nifas juga memerlukan wudhu sebelum melakukan shalat, thawaf, atau menyentuh mushaf.
Fuqaha terdahulu telah memperhatikan kondisi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah, seperti orang yang mengidap salisul baul (sering buang air kecil) dan perempuan yang mengalami istihadhah. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang senantiasa berhadats (dâimul hadats).
Dalam menghadapi kondisi ini, ulama memberikan tata cara yang harus diikuti. Sebagai contoh, perempuan yang mengalami istihadhah harus membersihkan darahnya, menutup jalan keluar darah, dan berwudhu setiap kali akan melakukan shalat fardhu. Rasulullah sendiri pernah memberikan pedoman terkait hal ini kepada Fatimah binti Abi Hubaisy yang mengalami istihadhah.
Selain itu, bagi orang yang mengidap beser (sering buang air kecil) atau masalah kentut dan kotoran dari dubur, mereka juga harus menjaga kebersihan dan berwudhu sebelum shalat fardhu. Hal ini penting agar ibadah tetap sah dan suci dari hadats serta najis.
Dengan memahami tata cara bersuci dan beribadah yang benar sesuai ajaran fikih Islam, diharapkan setiap Muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan baik dan sesuai ketentuan syariat. Semoga informasi ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman kita dalam menjalankan ibadah sehari-hari.