Al-Qur’an merupakan wahyu suci yang tidak turun begitu saja tanpa konteks budaya di masyarakat. Banyak ulama menekankan pentingnya memahami ayat-ayat Al-Qur’an dalam konteks asbabun nuzul-nya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ayat Al-Qur’an berinteraksi dengan realitas yang ada, yang berarti bahwa realitas tersebut mendahului atau setidaknya bersamaan dengan turunnya ayat tersebut.
Dalam kaitannya dengan asbabun nuzul, mayoritas ulama menyatakan bahwa patokan dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan khusus terhadap kasus yang menjadi sebab turunnya. Namun, sebagian kecil ulama mengemukakan pandangan sebaliknya.
Perlu dipertanyakan apakah pandangan minoritas tersebut lebih mendukung pengembangan tafsir Al-Qur’an. Selama ini, pembahasan mengenai asbabun nuzul dan pemahaman ayat sering kali mengabaikan faktor waktu terjadinya peristiwa tersebut.
Para penganut pandangan umum menekankan pentingnya qiyas untuk menarik makna dari ayat-ayat yang memiliki latar belakang asbabun nuzul, asalkan qiyas tersebut memenuhi syarat-syaratnya. Dalam hal ini, faktor waktu juga perlu diperhatikan agar analogi yang dilakukan tetap relevan.
Analogi yang dilakukan sebaiknya tidak terbatas pada logika formal semata, melainkan juga memperhatikan maslahah yang dapat memudahkan pemahaman agama, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Pengertian asbabun nuzul dapat diperluas untuk mencakup kondisi sosial pada masa turunnya Al-Qur’an, serta pemahaman ayat dapat dikembangkan melalui kaidah yang pernah dicetuskan oleh ulama terdahulu, dengan mengembangkan pengertian qiyas.