Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang memiliki catatan tersendiri dalam kewajiban pengamalannya. Sebagai sebuah ibadah yang diwajibkan, haji memiliki syarat khusus yang harus dipenuhi, yaitu kemampuan. Dalam Surat Ali Imron ayat 97, Allah menegaskan bahwa haji wajib dilaksanakan oleh orang yang mampu melakukannya.

Kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji tidak hanya terbatas pada aspek finansial, tetapi juga meliputi bekal, kendaraan, serta nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan selama perjalanan haji. Tanpa adanya kemampuan tersebut, seseorang tidak diwajibkan untuk menjalankan ibadah haji.

Namun, dalam praktiknya, batasan kemampuan untuk melaksanakan haji seringkali menjadi kabur di masyarakat. Banyak yang menganggap dirinya belum mampu untuk haji meskipun sebenarnya memiliki kemampuan finansial yang cukup. Pemahaman ini menimbulkan kebingungan dan kurang tepat dalam menjalankan kewajiban berhaji.

Sebagai salah satu rukun Islam, ibadah haji seharusnya menjadi prioritas bagi setiap Muslim yang memiliki kemampuan. Setiap individu harus berusaha maksimal untuk memenuhi syarat-syarat haji agar kelima rukun Islam dapat dilaksanakan dengan baik. Tidak seharusnya seseorang menghindar dari kewajiban haji dengan alasan ketidaksiapan atau prioritas yang tidak tepat.

Kemauan dan niat yang kuat sangat berperan dalam usaha untuk memperoleh kemampuan berhaji. Banyak contoh nyata di masyarakat di mana orang-orang dengan pekerjaan sederhana mampu melaksanakan ibadah haji karena kemauan dan usaha mereka untuk menyisihkan sebagian penghasilan.

Dengan demikian, pemahaman bahwa haji adalah ibadah wajib bagi orang yang mampu seharusnya digeser menjadi pemahaman bahwa haji adalah kewajiban bagi setiap umat Islam kecuali bagi yang benar-benar tidak mampu untuk melaksanakannya. Dengan niat dan usaha yang sungguh-sungguh, setiap Muslim diharapkan dapat memenuhi kewajiban berhaji dengan baik dan tidak mengabaikan salah satu rukun Islam yang penting ini.