Dalam beberapa daerah di Indonesia, terdapat tradisi yang masih dilestarikan hingga kini, yaitu pengumuman kata-kata “Imsaak…! Imsaak…!” beberapa saat sebelum azan subuh dari masjid-masjid dan mushala-mushala. Hal ini menjadi pengingat bagi umat Muslim bahwa telah tiba waktu imsak, saat untuk menahan diri dari makan dan minum sebagai persiapan berpuasa.
Bagi sebagian masyarakat Muslim, waktu imsak dianggap sebagai awal dimulainya ibadah puasa. Namun, pertanyaan muncul apakah imsak benar-benar menandai awal dimulainya puasa. Bagaimana sebenarnya fiqih mengatur awal dimulainya ibadah puasa ini?
Menurut Imam Al-Mawardi dalam kitab Iqna’, waktu berpuasa dimulai dari terbitnya fajar kedua hingga tenggelamnya matahari. Namun, disarankan untuk melakukan imsak sedikit lebih awal sebelum fajar dan menunda berbuka sejenak setelah matahari terbenam untuk menyempurnakan ibadah puasa.
Dr. Musthafa al-Khin menyatakan bahwa puasa secara syariat adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga tenggelam matahari disertai niat. Sementara itu, Sirojudin Al-Bulqini menjelaskan bahwa puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sepanjang hari, dari terbit fajar hingga tenggelam matahari.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa awal dimulainya puasa adalah saat terbit fajar yang menandai waktu shalat subuh, bukan pada waktu imsak. Waktu imsak yang umumnya tercantum dalam jadwal imsakiyah hanyalah sebagai acuan untuk lebih waspada menjelang waktu subuh.
Perlu dicatat bahwa waktu imsak hanya ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan kreativitas ulama Nusantara dalam memberikan perhatian kepada umat dengan menetapkan waktu imsak demi kelancaran ibadah puasa umat Islam di Indonesia. Penetapan waktu imsak menjadi bentuk perhatian ulama kepada umat dengan harapan agar ibadah puasa dapat dilaksanakan dengan lebih sempurna.