Di Indonesia, perbedaan dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan telah menjadi hal yang umum terjadi selama lebih dari dua puluh lima tahun terakhir. Umat Islam di Indonesia sering mengalami perbedaan dalam memulai dan mengakhiri ibadah puasa wajib bulan Ramadhan. Awalnya, perbedaan ini menimbulkan kegelisahan di kalangan umat Muslim di negeri ini. Namun, seiring berjalannya waktu, perbedaan ini menjadi hal yang biasa karena hampir setiap tahun perbedaan tersebut terus terjadi.
Meskipun perbedaan dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan masih berlanjut hingga saat ini, masyarakat tidak lagi merasakan kegelisahan seperti sebelumnya. Ketika sudah diketahui jauh-jauh hari bahwa akan ada perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan atau hari raya, masyarakat Muslim tinggal memilih untuk mengikuti pendapat yang mana. Meskipun harapan untuk dapat memulai berpuasa dan merayakan hari raya bersama tanpa perbedaan tetap besar.
Perbedaan dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan bermula dari pemahaman terhadap hadits yang menjelaskan mengenai hal tersebut. Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Bila penglihatan kalian tertutup mendung maka sempurnakanlah bilangan (bulan Sya’ban) menjadi tiga puluh hari.”
Dari hadits tersebut, perbedaan pemahaman berkisar pada satu kalimat, yaitu “li ru’yatihi” yang berarti “karena melihat hilal”. Sebagian umat Muslim memahami kalimat ini sebagai melihat hilal secara langsung dengan mata kepala, sementara yang lain memahaminya sebagai melihat hilal dengan perhitungan atau hisab.
Perlu dipahami lebih dalam bahwa kata “ru’yah” berasal dari kata kerja “ra’â – yarâ” yang dalam bentuk masdarnya berarti “melihat”. Ru’yah berarti melihat dengan mata kepala, sementara ra’yun berarti melihat dengan ilmu atau pikiran. Dalam konteks hadits, kata “ru’yah” menunjukkan kepada melihat hilal dengan mata kepala, bukan dengan ilmu atau pikiran.
Perbedaan pendapat dalam hal ini terutama berkaitan dengan tata cara penetapan hilal untuk memulai dan mengakhiri puasa di bulan Ramadhan. Meskipun terdapat perbedaan teknis dalam hal tata cara penetapan hilal, para fuqaha dalam berbagai madzhab sepakat bahwa penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan didasarkan pada kemampuan melihat hilal dengan mata kepala.
Dengan memahami perbedaan ini, diharapkan umat Muslim dapat menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan dan keyakinan tanpa terpengaruh oleh perbedaan penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan.