Hari lahir Nabi Muhammad SAW merupakan momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Pada perayaan ini, umat Islam merayakannya dengan berbagai acara untuk mengenang perjuangan dan teladan yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.

Menurut penuturan dalam Al-Hawi lil Fatawa karya Syekh Jalaluddin As-Suyuthi, perayaan maulid Nabi SAW pertama kali diadakan secara besar-besaran oleh Raja Mudzafar, seorang penguasa wilayah Irbil yang terkenal sebagai sosok pemberani, alim, dermawan, dan adil. Tradisi ini terus dijaga dan dilestarikan oleh sebagian besar umat Islam, khususnya di Indonesia.

Dalam kitabnya, Al-Hawi lil Fatawa, Syekh Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa perayaan maulid Nabi Muhammad SAW melibatkan berbagai kegiatan seperti berkumpul bersama, membaca Al-Qur’an, mengingat kisah Nabi SAW, serta menikmati hidangan bersama. Beliau menyatakan bahwa kegiatan ini termasuk dalam kategori bid’ah hasanah, yang berarti inovasi baik yang diberi pahala oleh Allah SWT karena tujuannya adalah untuk mengagungkan Nabi SAW dan merayakan kelahirannya.

Peringatan maulid Nabi tidak dapat disebut sebagai bid’ah sayyi’ah (inovasi buruk) karena tidak mengandung unsur kesalahan atau maksiat. Hampir semua kegiatan yang dilakukan dalam perayaan maulid Nabi memiliki dasar syariat yang kuat. Tidak ada ulama yang menyatakan bahwa kegiatan seperti membaca Al-Qur’an, mendengarkan ceramah agama, atau berbagi makanan merupakan bid’ah atau haram. Para ulama sepakat bahwa kegiatan dalam peringatan maulid tidak mengandung hal yang mungkar.

Keseluruhan kegiatan dalam peringatan maulid Nabi SAW sesuai dengan ajaran agama. Oleh karena itu, Syekh Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa orang yang merayakan maulid Nabi SAW akan mendapatkan pahala dari Allah SWT karena kebaikan yang terkandung dalam peringatan tersebut. Wallahu a’lam.