Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu acara yang rutin dilakukan oleh mayoritas umat Muslim untuk mengenang dan menghormati kelahiran Rasulullah. Menurut catatan sejarah, pelopor pertama kegiatan maulid adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad. Pada waktu itu, peringatan maulid dilakukan dengan cara berkumpul di suatu tempat sambil membaca ayat-ayat Al-Qur’an, mengenang sejarah kehidupan Rasulullah, mengucapkan shalawat kepada beliau, serta mendengarkan ceramah agama.
Meskipun peringatan maulid seperti yang dijelaskan di atas tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah atau para sahabatnya, namun hal ini tidak menghentikan mayoritas umat Muslim untuk melaksanakannya. Namun, ada sebagian umat Muslim yang tidak merayakan maulid Nabi dan bahkan menganggapnya sebagai bid’ah yang tidak dianjurkan dalam agama. Mereka berpendapat bahwa jika perayaan maulid memang termasuk amalan baik, maka generasi awal umat Islam juga seharusnya telah melakukannya.
Pentingnya untuk memahami hakikat perayaan maulid, dalil-dalil yang mendukung, serta tanggapan terhadap pendapat yang menentang perayaan maulid. Salah satu kesalahpahaman yang sering terjadi terkait dengan bid’ah adalah menganggap setiap perbuatan baru sebagai sesat, berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa setiap hal baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. Namun, pemahaman ini harus dikaitkan dengan hadits lain yang menjelaskan bahwa sesiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan agama tanpa dasar, maka perbuatannya akan ditolak.
Ulama menjelaskan bahwa bid’ah yang sesat adalah bid’ah dalam urusan agama, bukan dalam urusan duniawi. Dalam konteks agama, inovasi dilarang kecuali jika sesuai dengan syariat. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara inovasi dalam ibadah dan inovasi dalam instrumen keagamaan.
Perayaan maulid Nabi seringkali disalahartikan sebagai bid’ah yang dilarang. Namun, banyak ulama menjelaskan bahwa perayaan maulid hanya berupa format baru, sedangkan isinya adalah ibadah-ibadah yang telah diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, perayaan maulid Nabi dapat dianggap sebagai bid’ah hasanah (inovasi baik) asalkan dilakukan dengan menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan syariat.
Beberapa dalil syar’i yang digunakan untuk mendukung perayaan maulid Nabi antara lain adalah firman Allah dalam Surat Yunus ayat 58 yang mengajak umat Islam untuk bersukacita atas anugerah dan rahmat Allah. Ada beragam penafsiran tentang arti anugerah dan rahmat dalam ayat tersebut, namun secara umum, menunjukkan pentingnya bersyukur atas kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Peringatan maulid Nabi merupakan salah satu tradisi baik yang mengandung banyak manfaat dan faedah bagi umat manusia. Oleh karena itu, dianjurkan dalam syariat Islam dengan syarat pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Dengan demikian, memahami hakikat perayaan maulid Nabi serta dalil-dalil yang mendukungnya dapat membantu umat Muslim untuk menjalankan peringatan tersebut dengan penuh keyakinan dan keberkahan.