Doa merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Allah SWT. Melalui doa, seseorang dapat mengungkapkan segala kegelisahan, masalah kehidupan, dan harapannya. Setiap orang berharap agar doanya didengar, dijawab, dan dikabulkan. Allah SWT telah menjanjikan bahwa setiap permintaan kepada-Nya pasti akan dikabulkan (QS: al-Ghafir ayat 60).
Untuk memastikan bahwa doa kita dikabulkan oleh Allah SWT, kita perlu menjaga adab dan etika saat berkomunikasi dengan-Nya. Kita juga harus memahami cara “merayu” Tuhan melalui doa yang kita panjatkan. Teknik merayu Tuhan ini telah diajarkan oleh Nabi SAW dan dijelaskan ulang oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka.
Salah satu ulama yang menulis tentang hal ini adalah Ibn Rajab al-Hanbali (w. 795 H). Beliau menulis kitab berjudul “Asbab al-Maghfirah” yang berisi panduan agar doa dan ampunan diterima oleh Allah SWT. Ibn Rajab menganjurkan agar kita tidak boleh putus asa dalam berdoa, bahkan jika waktu berdoa terasa lama. Allah SWT menyukai orang yang konsisten dalam berdoa. Sebagaimana disebutkan dalam hadis, ketika seorang hamba berdoa kepada Tuhan dan Allah menyukainya, Allah berkata: ‘Wahai Jibril, jangan kabulkan permintaan hamba-Ku terlebih dahulu, Aku ingin mendengar suaranya’. Allah berfirman, “Berdoalah dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang yang berbuat baik” (QS: al-A’raf ayat 56). Selama seseorang terus berdoa tanpa putus asa, doanya akan dikabulkan. Seperti perumpamaan mengetuk pintu rumah, jika dilakukan terus-menerus, pintu tersebut akan terbuka.
Doa yang diucapkan secara konsisten tanpa henti sangat disukai oleh Allah SWT. Meskipun belum dikabulkan, hal itu tidak berarti bahwa Allah tidak menyukai kita. Mungkin Allah sedang menguji kita dan ingin terus mendengar keluhan hamba-Nya. Jangan pernah berhenti untuk berdoa, karena tidak ada yang sia-sia dalam berdoa.
Dengan menjaga adab dan terus berdoa dengan penuh keyakinan, kita dapat memperoleh keridhaan Allah SWT dalam mengabulkan doa-do kita.