Sejarah mencatat bahwa penerimaan masyarakat terhadap Islam bukanlah karena paksaan atau perang. Mayoritas orang merasa simpati dan tertarik dengan Islam karena akhlak mulia para pendakwahnya. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan hal ini sejak lama; beliau dikenal sebagai sosok yang memiliki akhlak terbaik. Keutamaan beliau tidak hanya membuat beliau dihormati oleh teman, tetapi juga membuat lawan menghormati dan mengagumi etika beliau. Tidak jarang, orang yang awalnya membenci beliau berubah menjadi pengikut setia. Hal ini menunjukkan betapa mulianya akhlak Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak pernah membalas kebencian dengan amarah dan dendam. Sebaliknya, beliau selalu menyambut kemarahan orang kafir Quraisy dengan kasih sayang dan penuh ampunan.
Aisyah RA pernah ditanya tentang watak pribadi Rasulullah, dan ia menjawab: “Rasulullah SAW adalah orang yang memiliki akhlak terbaik: beliau tidak pernah kasar, berbuat keji, berteriak di pasar, dan membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, beliau pemaaf dan selalu mendamaikan.” Di antara sifat Rasulullah SAW adalah kegemarannya untuk memberi maaf. Beliau seringkali memaafkan orang yang menyakitkan perasaannya.
Memberikan maaf bukanlah perkara mudah, namun hal ini merupakan ujian bagi keimanan seseorang. Ketika seseorang memaafkan, ia mengalahkan egonya dan menjauhkan amarahnya. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang memaafkan dan mendamaikan, maka pahalanya dari Allah SWT.” Dalam hadits juga disebutkan, “Allah tidak menambahkan sesuatu kepada orang yang memaafkan kecuali kemuliaan.” Memberi maaf bukanlah tanda kelemahan, sebab Allah SWT akan memuliakan orang yang bersedia memaafkan kesalahan orang lain. Bahkan Allah telah menyiapkan pahala yang besar bagi orang tersebut.
Dengan memberi maaf, kita mencoba untuk mengikuti jejak Nabi SAW. Mengikuti etika dan kesopanan yang beliau ajarkan lebih penting daripada sekadar mengikuti model pakaian Nabi. Kesopanan dan kelembutan Nabi SAW begitu luar biasa sehingga sahabat Al-Bara bin ‘Azib menggambarkan wajah beliau seperti bulan, bukan seperti pedang.
Melalui tindakan memberi maaf, kita tidak hanya menahan amarah, tetapi juga menunjukkan keutamaan dalam Islam. Jika Nabi SAW bersikap pemarah dan pendendam, mungkin jumlah pemeluk agama Islam tidak sebanyak saat ini. Teruslah berbuat baik, sebab dalam memberi maaf, kita menunjukkan ketulusan iman kita.