Dalam perkembangan paham di Indonesia, seringkali terjadi perdebatan mengenai penggunaan kata “sayyidina” dalam shalawat Nabi. Hal ini menjadi perhatian bagi sebagian kelompok yang menyalahkan amaliyah nahdliyah yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat. Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi menjelaskan bahwa penggunaan kata ini sebenarnya sah berdasarkan nash Al-Qur’an yang jelas.
Menurut penjelasan Kiai Sya’roni, kata “sayyidina” memiliki tiga makna yang berbeda. Pertama, sebagai sebutan untuk Tuhan. Kedua, sebagai suami, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dan ketiga, sebagai pimpinan, seperti halnya dalam sebutan untuk Nabi Yahya.
Dengan pemahaman yang mendalam terhadap makna kata “sayyidina” ini, diharapkan umat dapat menghindari perdebatan yang tidak perlu. Penting bagi setiap individu untuk memahami ajaran agama secara menyeluruh dan menjaga hati serta pikiran dengan baik, tanpa terpengaruh emosi.
Semoga dengan pemahaman yang benar terhadap penggunaan kata-kata dalam ibadah, umat dapat hidup dalam kedamaian tanpa adanya perselisihan yang tidak perlu.