Menjelang Hari Raya Idul Fitri, tradisi takbiran menjadi fenomena yang meriah di berbagai penjuru Nusantara. Suara takbir terdengar merdu dari masjid, jalan, hingga pasar. Ada yang melafalkannya secara langsung, sementara yang lain memutar kaset takbiran. Bahkan, di banyak daerah, baik tua maupun muda turun ke jalan untuk takbir keliling, menyemarakkan suasana sebagai tanda berakhirnya bulan Ramadhan.

Bagi masyarakat Indonesia, Hari Raya Idul Fitri bukan hanya sekedar perayaan, namun juga momen istimewa yang penuh makna. Hari itu menjadi ajang silaturahmi, memaafkan, dan berkumpul bersama keluarga. Banyak orang rela melakukan mudik demi merayakan lebaran di kampung halaman meskipun tantangan mudik tidaklah mudah.

Dalam kitab Fathul Qarib, disebutkan bahwa takbir pada malam hari raya merupakan sunnah bagi semua umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, di mana pun mereka berada; di rumah, masjid, atau pasar. Takbir dimulai sejak terbenam matahari pada malam hari raya dan berlangsung hingga shalat Idul Fitri. Meskipun takbir setelah shalat Idul Fitri atau pada malamnya tidak disunnahkan menurut sebagian ulama, namun menurut An-Nawawi hal ini tetap merupakan sunnah.

Tradisi takbir menjelang kedatangan Hari Raya Idul Fitri sangat dianjurkan, bahkan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan. Takbir dilakukan mulai dari terbenam matahari hingga shalat Idul Fitri. Berbeda dengan Hari Raya Idul Adha, di mana takbir disunnahkan setiap usai shalat fardhu selama hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijah), yaitu setelah shalat Idul Adha.

Pengamalan tradisi takbiran bisa disesuaikan dengan adat dan tradisi yang berlaku di masing-masing daerah. Jika suatu kampung tidak memiliki tradisi takbir setelah shalat Idul Fitri, lebih baik tidak dilaksanakan untuk menghindari polemik dan kebingungan di tengah masyarakat. Semoga informasi ini bermanfaat dan selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri!