- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Tradisi Salaman Setelah Shalat: Antara Fakta dan Mitos

Google Search Widget

Masyarakat Nusantara dikenal dengan kesantunan, kesopanan, dan kelembutannya. Mereka identik dengan masyarakat yang pandai bersosial dan bukan tipikal masyarakat individual. Kekompakan masyarakat Nusantara ini juga tercermin dalam tradisi agama yang mereka jalankan.

Tradisi salaman setelah shalat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan beragama masyarakat Nusantara. Kebiasaan ini dilakukan secara kolektif (berjama’ah) dan memiliki fungsi sosial yang kuat. Usai shalat berjama’ah, mereka saling sapa satu sama lain dengan jabat tangan, sekaligus berdzikir dan berdoa. Hal ini menunjukkan keakraban dan persaudaraan yang terjalin di antara mereka.

Meskipun bagi sebagian orang tradisi salaman setelah shalat dianggap bid’ah dan tidak boleh dilakukan, namun menurut An-Nawawi, jabat tangan setelah shalat termasuk bid’ah yang diperbolehkan, bahkan disunahkan bila bertujuan untuk silaturahmi. Tradisi salaman ini dapat dikatakan sebagai kesunahan terutama jika orang yang dijabat tangannya belum pernah bertemu sebelumnya.

Dalam kumpulan fatwanya, Fatawa Al-Imam An-Nawawi menyatakan bahwa jabat tangan disunahkan ketika bertemu. Adapun kebiasaan masyarakat yang mengkhususkan salaman setelah dua shalat (subuh dan ashar) tergolong bid’ah yang diperbolehkan. Dikatakan bid’ah mubah jika orang yang bersalaman sudah bertemu sebelum shalat. Namun jika belum bertemu, maka berjabat tangan disunahkan karena termasuk bagian dari silaturahmi.

Tradisi salaman yang telah lama terjaga di masyarakat Nusantara bukanlah bid’ah tercela, namun dapat digolongkan sebagai bid’ah hasanah. Hal ini tidak hanya memupuk persaudaraan tetapi juga memperkuat keakraban di antara mereka. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 6

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?